MASAGI#2 ASEAN Disability Art Exhibition di Bale Seni Barli: Seni yang Menembus Batas

INFO BANDUNG BARAT–Pameran internasional MASAGI#2 ASEAN Disability Art Exhibition resmi digelar di Bale Seni Barli, Kota Baru Parahyangan, sejak Sabtu (30/8). Mengusung tema “Silent Memories, Resonant World”, pameran ini menampilkan karya seniman disabilitas dari Indonesia dan berbagai negara ASEAN, mulai dari Malaysia, Vietnam, Filipina, hingga Kamboja.
Pameran yang berlangsung hingga 27 September ini menghadirkan karya lintas medium seperti lukisan, instalasi, hingga karya digital. Keragaman teknik dan gaya artistik memperlihatkan bagaimana pengalaman personal dan keterbatasan fisik bisa melahirkan kreativitas yang menggugah.
Kurator Anton Susanto menilai pameran ini menjadi ruang penting bagi penyandang disabilitas untuk menyuarakan pengalaman hidup mereka.
“Seni adalah jalan sunyi yang memberi ruang bagi penyandang disabilitas untuk berbicara. Mereka mungkin tidak selalu terdengar di ruang publik, tetapi lewat karya, pesan mereka justru menggema lebih luas,” kata Anton.
Kurator sekaligus seniman disabilitas Faisal Rusdi menegaskan bahwa tema Silent Memories, Resonant World dipilih untuk menunjukkan kekuatan seni dalam mengubah ingatan personal menjadi pesan universal.
“Ingatan yang sunyi mampu menggetarkan dunia. Seni membuat suara yang tak terdengar menjadi nyata,” ujar Faisal.
Deretan seniman yang ikut serta antara lain Hana Madness, Jane Gabriella, Azzam Syahidulhaq, serta sejumlah perupa muda Indonesia lainnya. Dari negara tetangga, hadir karya seniman Filipina Jason C. Delos Reyes dan John Roland Feruelo, serta seniman Vietnam Do Trong Minh dan Thanh Thuy Tu. Kehadiran mereka memperkaya spektrum karya sekaligus menegaskan posisi pameran ini sebagai agenda regional.

Pengunjung juga bisa mengikuti workshop singkat yang dipandu langsung oleh beberapa seniman disabilitas. Interaksi semacam ini memperlihatkan bahwa Bale Seni Barli tidak sekadar menjadi ruang pamer, melainkan wadah inklusi yang mempertemukan seniman dan masyarakat secara langsung.
Antusiasme publik yang tinggi sejak hari pertama menunjukkan bahwa MASAGI#2 tidak hanya sekadar pameran seni. Lebih dari itu, kegiatan ini menjadi gerakan kebudayaan untuk membangun kesadaran tentang pentingnya ruang inklusif yang memberi kesempatan setara bagi penyandang disabilitas di dunia seni.***