38°C
25/06/2025
Peristiwa

Pemerkosaan Massal 1998: Fakta Sejarah yang Terus Disangkal

  • Juni 18, 2025
  • 3 min read
  • 43 Views
Pemerkosaan Massal 1998: Fakta Sejarah yang Terus Disangkal
Trigger Warning: Artikel ini membahas topik kekerasan seksual dan pemerkosaan massal. Harap membaca dengan kesadaran dan empati.

Kontroversi Pernyataan Fadli Zon pada 2025

Pada 11 Juni 2025, politisi senior Fadli Zon menyampaikan dalam wawancara bersama IDN Times bahwa tragedi pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa pada Mei 1998 “belum terbukti secara hukum” dan kemungkinan besar hanyalah “isu politik”. Pernyataan ini disampaikan dalam kanal YouTube resmi IDN Times.

Pernyataan tersebut langsung menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Amnesty International Indonesia, Komnas Perempuan, dan aktivis hak asasi manusia. Bagi banyak orang, ucapan ini bukan hanya pengingkaran sejarah, tapi juga bentuk kekerasan lanjutan terhadap para penyintas.

Laporan Resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)

Pada tahun 1998, Presiden BJ Habibie membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki kerusuhan Mei 1998, termasuk kasus pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa. Dalam laporan resmi yang dirilis 3 Juli 1998, TGPF menemukan data sebagai berikut:

● 52 kasus pemerkosaan

● 14 di antaranya disertai penyiksaan

● 10 kasus penyerangan seksual

● 9 kasus pelecehan seksual

TGPF menyatakan ada indikasi keterlibatan kelompok terorganisir dalam kekerasan tersebut. Namun, hingga kini belum ada pelaku yang secara resmi diadili di pengadilan.

Peran Komnas Perempuan: Dibentuk Karena Tragedi Ini

Perlu diketahui bahwa Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dibentuk pada tahun 1998 sebagai respons langsung terhadap pemerkosaan massal tersebut. Lembaga ini bertugas mengadvokasi dan memantau kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama yang terjadi dalam konteks konflik dan diskriminasi.

Dalam siaran persnya tahun 2023, Komnas Perempuan menyebut bahwa pengingkaran publik terhadap tragedi ini merupakan bentuk reviktimisasi, yakni kekerasan ulang yang dialami korban secara psikis akibat penyangkalan dan peremehan penderitaan mereka.

Pengakuan Internasional: PBB dan LSM HAM Dunia

Tragedi ini juga mendapat perhatian dari komunitas internasional. Pada tahun 1999, Pelapor Khusus PBB untuk Kekerasan terhadap Perempuan, Radhika Coomaraswamy, merilis laporan yang menyatakan bahwa terjadi pemerkosaan massal yang sistematis selama kerusuhan 1998, dengan korban mayoritas perempuan Tionghoa.

Human Rights Watch dalam laporan berjudul “The Terror in Jakarta” (1998), menyampaikan bahwa pemerkosaan tersebut bukan sekadar insiden acak, tetapi bagian dari pola kekerasan terorganisir terhadap komunitas minoritas.

Sementara itu, Tim Relawan untuk Kemanusiaan yang bekerja langsung di lapangan mendokumentasikan 168 korban kekerasan seksual, meski diperkirakan jumlah sebenarnya jauh lebih besar karena banyak korban tidak melapor karena trauma, takut, dan stigma sosial.

Mengapa Kasus Ini Tidak Berujung ke Pengadilan?

Meski laporan dan investigasi telah dilakukan, hingga hari ini belum ada satu pun pelaku yang ditangkap atau diadili secara resmi. Banyak korban memilih bungkam karena tekanan sosial, rasa malu, serta kekhawatiran terhadap keamanan pribadi dan keluarga mereka.

Situasi ini diperparah oleh narasi yang terus menyebut kejadian ini sebagai “isu politik” atau “rekayasa”, yang mengaburkan upaya penegakan keadilan dan pemulihan bagi korban.


Referensi:

  1. Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), Laporan Akhir, 3 Juli 1998
  2. Komnas Perempuan, Siaran Pers 20 Mei 2023
  3. Amnesty International Indonesia, Siaran Pers Mei 2023
  4. Human Rights Watch, The Terror in Jakarta, 1998
  5. Tim Relawan untuk Kemanusiaan, Laporan 1998
  6. UN Commission on Human Rights, Report on Indonesia, 1999
  7. IDN Times YouTube, 11 Juni 2025
  8. BBC Indonesia, “Pemerkosaan massal 1998: Mengapa sebagian orang masih menyebutnya ‘rekayasa’?”, 2024

About Author

Ayu Diah

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *