Sanghiang Lawang, Jejak Sejarah di Perut Karst

INFO BANDUNG BARAT–Sanghiang Lawang adalah sebuah gua kapur yang berada di kawasan Karst Citatah, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Nama “Sanghiang” dalam bahasa Sunda berarti dewa, sedangkan “lawang” berarti pintu. Secara harfiah, gua ini dikenal sebagai “pintu dewa”. Istilah tersebut bukan sekadar penamaan, melainkan mencerminkan keyakinan masyarakat Sunda tempo dulu bahwa gua memiliki nilai sakral, sebagai ruang yang menghubungkan manusia dengan kekuatan gaib dan alam semesta.
Keberadaan Sanghiang Lawang tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang geologi Jawa Barat. Kawasan Karst Citatah, tempat gua ini berada, terbentuk sekitar 30–35 juta tahun lalu. Pada masa itu, wilayah Jawa Barat masih berupa lautan dangkal. Pergeseran lempeng tektonik, proses sedimentasi, dan pelarutan batuan kapur selama jutaan tahun akhirnya menciptakan formasi karst yang menyimpan berbagai gua, termasuk Sanghiang Lawang. Usianya diperkirakan sebanding dengan Gua Pawon, sebuah gua di Padalarang yang menjadi salah satu situs penting penemuan kerangka manusia purba berusia sekitar 9.500 tahun.
Selain sebagai bagian dari sejarah geologi, Sanghiang Lawang juga memiliki nilai budaya yang kuat. Masyarakat Sunda memandang gua bukan hanya sebagai bentukan alam, melainkan juga ruang sakral yang erat kaitannya dengan praktik pertapaan, meditasi, dan komunikasi dengan dunia gaib. Istilah “Sanghiang” sendiri menunjukkan hubungan dengan dunia para dewa, sementara “lawang” melambangkan pintu gerbang yang menghubungkan manusia dengan dimensi lain. Hal ini menunjukkan bahwa gua memiliki kedudukan penting dalam kosmologi dan sistem kepercayaan lokal.
Seiring berjalannya waktu, peran gua ini pun mengalami pergeseran. Dari tempat yang dipandang sakral, kini Sanghiang Lawang juga dikenal sebagai salah satu potensi geowisata Bandung Barat. Bentang alam karst, struktur gua yang unik, serta nilai sejarahnya menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti, pelajar, maupun wisatawan. Sayangnya, keindahan dan nilai sejarah Sanghiang Lawang kini menghadapi berbagai ancaman. Aktivitas penambangan kapur di kawasan Citatah terus mengikis bukit-bukit karst. Jika tidak dikendalikan, hal ini berpotensi merusak ekosistem gua, meruntuhkan nilai geologisnya, dan menghilangkan jejak budaya yang terkandung di dalamnya.
Dengan potensi besar yang dimilikinya, Sanghiang Lawang sesungguhnya dapat dikembangkan menjadi destinasi geowisata berbasis edukasi. Gua ini bisa menjadi ruang belajar tentang sejarah geologi, ekosistem karst, sekaligus memperkenalkan kekayaan budaya Sunda kepada masyarakat luas. Untuk itu, diperlukan perhatian serius dalam hal pelestarian, pengelolaan, dan pemanfaatan berkelanjutan.
Sanghiang Lawang adalah bukti nyata bagaimana alam dan budaya berkelindan dalam satu ruang. Ia adalah saksi bisu jutaan tahun perjalanan bumi, sekaligus bagian dari identitas spiritual masyarakat Sunda. Menjaga dan melestarikannya bukan sekadar melindungi gua, melainkan juga merawat warisan ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan yang tak ternilai harganya.***
1 Comment
Jika adanya warisan sejarah panjang geologi, mengapa pemerintah tidak mau/bisa menutup permanen pertambangan karst citatah !? , tidak menutup kemungkinan bahwasan-nya jika masih banyak pertambangan batuan karst di citatah akan berdampak banyak terhadap lingkungkan dan ekosistem disekitarnya, apakah pemerintah peduli terhadap hal tersebut? Atau asalkan ada lobi dan upeti pemerintah hanya tutup mata tutup telinga tentang hal ini?; miris sekali