38°C
25/06/2025
Sejarah

Gununghalu: Dari Ledakan ke Ladang Doa, Jejak Pertempuran 1947 yang Terlupakan

  • Mei 27, 2025
  • 3 min read
  • 14 Views
Gununghalu: Dari Ledakan ke Ladang Doa, Jejak Pertempuran 1947 yang Terlupakan

INFO BANDUNG BARAT–Pada Oktober 1947, kawasan Gununghalu di Bandung Barat menjadi saksi bisu salah satu pertempuran terbesar antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan militer Belanda dalam agresi militer pertama. Pertempuran ini jarang disebut dalam buku-buku sejarah populer, namun memiliki dampak besar bagi perjalanan revolusi kemerdekaan Indonesia di Jawa Barat.

Gununghalu: Basis Strategis TNI di Bandung Barat

Gununghalu bukan hanya kawasan pegunungan yang indah, tetapi pada masa revolusi kemerdekaan, wilayah ini menjadi basis pertahanan Batalyon 22 Brigade Guntur Divisi Siliwangi. Dipimpin oleh Mayor Soegih Arto, pasukan ini dikenal militan dan memiliki jaringan pertahanan di antara hutan-hutan lebat dan medan curam.

Kekuatan geografis gununghalu membuatnya menjadi titik strategis untuk operasi gerilya. Karena itulah, militer Belanda melihat wilayah ini sebagai ancaman serius terhadap dominasi mereka di Jawa Barat.

13 Oktober 1947: Bom-Bom Belanda Menghujani Gununghalu

Tanggal 13 Oktober 1947 menjadi awal dari serangan besar-besaran militer Belanda terhadap gununghalu. Ribuan peluru artileri dan mortir menghujani pemukiman dan posisi pertahanan TNI. Kepanikan melanda masyarakat sipil. Banyak warga yang melarikan diri ke hutan-hutan, meninggalkan rumah dan ladang mereka.

TNI tetap bertahan di balik tebing-tebing curam, berusaha mempertahankan posisi meski kekuatan Belanda jauh lebih unggul secara teknologi dan jumlah personel.

Empat Hari Dikepung: Pertempuran Gununghalu yang Meletihkan

Belanda mengerahkan sekitar 4.000 tentara lengkap dengan truk militer, panser, dan tank. Tidak hanya itu, dukungan udara berupa pesawat pembom memperparah kehancuran di kawasan gununghalu. Pertempuran berlangsung selama empat hari, dari tanggal 13 hingga 17 Oktober 1947.

Meskipun terdesak, pasukan TNI berhasil menembak jatuh satu pesawat musuh dengan senapan mesin berat kaliber 12,7 mm, sebuah pencapaian besar di tengah kekacauan pertempuran.

Gununghalu Jatuh, Tapi Semangat Tak Padam

Pada 17 Oktober 1947, gununghalu jatuh ke tangan Belanda. Namun tidak ada senjata TNI yang berhasil direbut musuh. Banyak pasukan mundur ke wilayah Batalyon 26 di bawah komando Mayor Achmad Wiranatakusumah.

Beberapa pasukan TNI tidak menyerah begitu saja. Mereka memilih bergabung dengan kelompok gerilya seperti “Siluman Merah” pimpinan Aom Achmad, yang terus melakukan perlawanan di sekitar Cikalong dan sekitarnya.

Pajaratan dan Tradisi Nadar: Warisan Sejarah yang Terlupakan

Hari ini, sebagian besar masyarakat tidak lagi mengenal peristiwa penting ini. Namun di Gununghalu, masih ada jejak sejarah berupa situs Pajaratan yang dipercaya sebagai tempat para pejuang beristirahat terakhir.

Setiap tahun, masyarakat adat menggelar tradisi Nadar sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan para pejuang yang gugur. Doa dan persembahan dilakukan sebagai penanda hubungan yang terus hidup antara masa lalu dan masa kini.


Referensi:

Hikmahanto, R. (2021). Bom Berjatuhan di Gunung Halu. Historia.id. https://historia.id/militer/articles/bom-berjatuhan-di-gunung-halu-DWele

Sjamsuddin, H. (1991). Revolusi dan Konflik Sosial: Kasus Priangan 1945–1946. Jakarta: Grafiti.Supriatna, Y. (2019).

“Kearifan Lokal dalam Tradisi Nadar Masyarakat Adat di Gununghalu.” Jurnal Pendidikan dan Masyarakat, 7(2), 55–63. Universitas Negeri Gorontalo.

About Author

Ayu Diah

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *