Upacara Pamitan: Tradisi Sunda Sebelum Menambang Batu Coét dan Ulekan di Kampung Pojok

INFO BANDUNG BARAT–Upacara Pamitan merupakan tradisi adat masyarakat Sunda di Kampung Pojok, Desa Jayamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk permohonan izin secara spiritual kepada Tuhan dan alam sebelum melakukan aktivitas menambang batu untuk membuat coét/cobék dan ulekan, alat dapur tradisional yang berbahan dasar batu.
Asal Usul Upacara Pamitan
Tradisi ini telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka dan diwariskan secara turun-temurun dari para leluhur, seperti Embah Dalem Raksa Pati, serta dilanjutkan oleh para pinisepuh seperti Abah Maryadi, Abah Eneb, Abah Amid, dan Abah Amung. Hingga kini, masyarakat Kampung Pojok masih menjaga tradisi ini dengan teguh, mengingat lebih dari 90% warganya berprofesi sebagai pengrajin batu coét dan ulekan.
Makna dan Tujuan Upacara Pamitan
Dalam bahasa Sunda, pamitan berarti “memohon izin.” Melalui upacara ini, masyarakat memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi keselamatan, kelancaran, keberkahan, dan rezeki dalam proses menambang batu.Bagi masyarakat Kampung Pojok, upacara pamitan adalah kewajiban spiritual. Jika tidak dilaksanakan, mereka meyakini akan ada dampak negatif seperti kecelakaan kerja atau ketidakberkahan hasil tambang.
Rangkaian Upacara Pamitan
Upacara ini dilaksanakan di kaki Gunung Puter, tepatnya di Blok Lebak Honje. Dimulai pukul 08.00 pagi, warga berjalan kaki sejauh 1 kilometer menuju lokasi tambang sambil membawa sesajen, alat kesenian, serta perlengkapan ritual.
Pemangku adat memercikkan air keramat kepada warga sebagai simbol perlindungan. Sepanjang perjalanan, rombongan diiringi musik tradisional kendang penca dan lagu Kidung Pamunah Rasa yang bermakna permohonan kelancaran mencari nafkah dari alam.
Setibanya di lokasi, dilakukan ritual utama yang mencakup: penyajian sesajen seperti nasi tumpeng, air tujuh warna, kopi pahit, rujak, dan dupa, pembacaan mantra doa oleh pemangku adat, penyiraman air suci pada dinding batu dan alat tambang, dan seremonial simbolik pemberian nasi tumpeng kepada penambang utama.
Filosofi di Balik Tradisi
Setiap unsur dalam upacara memiliki makna mendalam, air tujuh warna melambangkan perlindungan sepanjang tujuh hari, rujak dan kopi mewakili keragaman rasa kehidupan, sementara dupadan minyak wangi menyimbolkan harapan agar hasil karya diterima masyarakat.
Bahkan batu pun dianggap memiliki karakter dan nilai kehidupan, sebagaimana peribahasa Sunda seperti “Cikaracak ninggang batu” (kesabaran membawa hasil), atau “Gurat cai” (alur kehidupan yang telah ditentukan).
Fungsi Sosial dan Budaya
Upacara Pamitan tidak hanya memiliki nilai spiritual, tapi juga fungsi:
- Lingkungan: Menjaga keseimbangan dan tidak merusak alam.
- Budaya: Melestarikan tradisi sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
- Ekonomi: Menambang batu sebagai sumber penghidupan warga.
- Sosial: Membangun solidaritas melalui gotong royong dan kebersamaan.
Upacara Penutup: Ngareuah-Reuah
Setelah prosesi selesai, masyarakat berkumpul untuk makan bersama sebagai wujud syukur. Kemudian ditutup dengan pertunjukan pencak silat atau Ngareuah-reuah, sebagai hiburan khas masyarakat Sunda di Kampung Pojok.