INFO BANDUNG BARATSuku Jawa dan Sunda merupakan dua suku terbesar di Indonesia. Namun uniknya, bangsa Indonesia sendiri menggunakan bahasa Melayu sebagai dasar bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Pada 27-28 Oktober 1928 Kongres Sumpah Pemuda 2 dilaksanakan. Salah satu hasilnya adalah dengan menetapkannya bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan. Jauh sebelum itu, pada tahun 1800-an dari sebuah pulau kecil yang bernama Pulau Penyengat. Hadir pada masa itu, seseorang cendekiawan muslim dan penulis yang bernama Raja Ali Haji. Ia dilahirkan pada tahun 1808 di pusat Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau.

Raja Ali Haji adalah seorang penyair Melayu yang terkenal dengan karyanya Gurindam Dua Belas. Karyanya yang bercirikan sastra Islam dan Melayu. Ia juga sangat serius menyajikan sejarah dari masa lalu dengan kondisi zaman. Beliau melahirkan karya-karya sebagai bentuk perjuangan dalam melawan pengaruh dan intervensi penjajahan.

Bahasa Melayu menjadi Cikal Bakal Bahasa Persatuan Indonesia

Hal ini menjadi awal pengembangan tata bahasa sastra hingga ilmu dalam bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia, bahasa persatuan. Sebuah awal yang kelak akan berpengaruh dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara utuh.

Pulau Penyengat itu adalah tempat singgah dari para pelayar yang akan menuju Pulau Bintan, para pelayar singgah ke Pulau Penyengat untuk mengambil sumber air tawar. Ketika mereka mengambil air tawar, mereka disengat oleh satu jenis lebah yang sangat menyengat. Maka dikenal sampai sekarang dengan nama Pulau Penyengat (Harto, 2016.). Pada masa penjajahan Belanda Pulau Penyengat lebih dikenal dengan sebutan pulau Mars.

Pada abad ke-19, banyak terlahir karya sastra yang tidak hanya terkait dengan kebahasaan. Akan tetapi juga berkaitan dengan agama, budaya, politik dan sebagainya. Pada masa itu, selain Raja Ali Haji, juga lahir tokoh-tokoh karya sastra lainnya (Kembara Wangsa, 2009). Seperti Raja Haji Daud, H. Ibrahim, Raja Ali Kelana, Kholid Witan dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa, karya-karya dari Raja Ali Haji merupakan kegelisahan yang terjadi pada masa tersebut. Semua karyanya berisikan jawaban apa yang terjadi pada masa itu.

Kenapa Bahasa Melayu?

Bahasa Melayu dipilih sebagai dasar Bahasa Indonesia karena beberapa alasan strategis dan sejarah. Pertama, bahasa Melayu telah lama menjadi lingua franca di Nusantara, digunakan untuk perdagangan dan komunikasi antaretnis sejak berabad-abad yang lalu.

Kedua, posisi geografis dan politik Melayu di Sumatra dan Semenanjung Malaya memudahkan penyebarannya sebagai bahasa perantara.

Ketiga, bahasa Melayu memiliki struktur gramatikal yang relatif lebih sederhana dibandingkan bahasa Jawa atau Sunda. Hal ini memudahkannya untuk dipelajari oleh orang dari berbagai latar belakang bahasa.

Bahasa Sunda dan Jawa Terbatas Kultural

Berbeda dengan bahasa Jawa dan Sunda yang penggunaannya lebih terbatas geografis dan kultural. Sebaliknya, bahasa Melayu memiliki cakupan yang lebih luas dan telah menjadi bahasa administrasi di beberapa kerajaan di Nusantara sebelum masa kolonial.

Ilustrasi Sunda-Jawa (foto: Istimewa)
Ilustrasi Sunda-Jawa (foto: Istimewa)

Selain itu, pemilihan bahasa Melayu juga dipengaruhi oleh faktor politis dan aspirasi untuk menciptakan identitas nasional yang inklusif, menghindari dominasi etnis tertentu dalam pembentukan nilai-nilai negara-bangsa Indonesia.

Dengan demikian, penggunaan bahasa Melayu sebagai dasar bahasa Indonesia merupakan hasil dari pertimbangan pragmatis dan politis yang bertujuan untuk menyatukan berbagai etnis di Indonesia di bawah satu bahasa nasional yang netral dan sudah dikenal luas.