INFO BANDUNG BARAT—Hingga Oktober 2024 ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat ada sekitar 59.796 pekerja yang harus ‘pamit’ alias kena PHK di berbagai daerah di Indonesia. Angka ini naik drastis, 25 ribu lebih orang kehilangan pekerjaan hanya dalam tiga bulan terakhir.

Pada 1 November 2024, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan hingga Oktober, hampir 60 pekerja kena PHK.

“Hingga Oktober, kita catat ada hampir 60 ribu pekerja yang kena PHK, jumlah ini naik 25 ribu dalam 3 bulan terakhir,” kata Yassierli.

Sektor Manufaktur Paling Terkena Dampak

Unjuk rasa tolak PHK massal (foto: istimewa)
Unjuk rasa tolak PHK massal (foto: istimewa)

Sektor manufaktur seperti garmen, tekstil, dan alas kaki menjadi langganan PHK massal. Lalu, apa sih yang membuat PHK di perusahaan besar ini terus berlanjut? Yuk, kita bedah satu per satu dari sudut pandang para ahli!

1. Serbuan Barang Impor

Menurut Liliek Setiawan, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, barang impor yang masuk ke Indonesia makin jadi ancaman buat industri lokal.

Perusahaan-perusahaan dalam negeri akhirnya kesulitan untuk bersaing, sehingga efisiensi habis-habisan hanya untuk survive. Liliek mengatakan perusahaan lokal tidak kuat bersaing.

“Akhirnya banyak yang gak kuat, dan mau gak mau, ya tutup,” kata Liliek.

2. Belum Ada Deal Dagang dengan Uni Eropa

Menurut Bob Azam dari Apindo, masalah PHK di perusahaan tekstil dan alas kaki juga disebabkan belum ada kesepakatan dagang dengan Uni Eropa.

Tanpa perjanjian perdagangan ini, produk kita menjadi kalah bersaing di pasar Eropa.

”Jadi, perusahaan pun harus efisiensi, karena mereka gak lihat ada faktor pendorong buat naik lagi,” ujar Bob.

3. Daya Beli yang Lemah

Selain itu, Bob juga mengingatkan bahwa daya beli masyarakat semakin rendah. Konsumsi rumah tangga sepanjang 2023 hanya naik 4,82 persen, berbeda tipis dibanding 2022.

Bisa dibilang masyarakat semakin hati-hati untuk belanja, dan dampaknya langsung ke sektor manufaktur.

4. Produksi Lemah, Permintaan Baru Minimal

Menurut Paul Smith dari S&P Global Market Intelligence, melemahnya produksi dan minimnya permintaan baru juga menjadi penyebab PHK massal. PMI (Purchasing Manager’s Index) kita turun ke 48,9 di Agustus 2024, dari sebelumnya 49,3 di Juli.

“Gak heran kalau perusahaan akhirnya kurangi pegawai. Meski banyak yang yakin, ini mungkin cuma sementara,” jelas Paul.

5. Kebijakan Pemerintah yang Kurang Pas

Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies punya pendapat lain. Ia mengatakan, masalahnya bukan hanya dari faktor eksternal, tapi juga karena kebijakan pemerintah yang kurang tepat.

Bhima juga mengatakan, pemerintah terlalu fokus memberi insentif ke industri hilirisasi mineral, padahal manufaktur serapan tenaga kerjanya lebih besar. Pada akhirnya banyak tenaga kerja yang tidak terserap.***