38°C
25/06/2025
Bhineka Sejarah

Majunya Peradaban Nusantara di Masa Lampau, 6 Kitab Kuno Ini Jadi Buktinya!

  • Oktober 11, 2024
  • 4 min read
  • 125 Views
Majunya Peradaban Nusantara di Masa Lampau, 6 Kitab Kuno Ini Jadi Buktinya!

INFO BANDUNG BARATTidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan peradaban Nusantara di masa lampau mampu menggetarkan dunia. Terutama dalam peradaban penulisan. Jauh sebelum terciptanya aksara-aksara yang kita gunakan hari ini, para leluhur Nusantara telah menuliskan kitab-kitab yang berisi perjalanan dan petuah hidup.

Berikut 5 kitab kuno yang ditulis leluhur Nusantara:

1. Kitab Negara Kertagama

Negara kertagama memiliki arti Negara dengan tradisi (agama) yang suci. Kitab ini pertama kali ditemukan di tahun 1894 di istana Raja Lombok. Seorang peneliti bernama J.L.A Brandes menyelamatkannya sebelum dibakar bersama seluruh buku di perpustakaan kerajaan.

Naskah ini adalah naskah tunggal yang berhasil ditemukan dan selamat setelah selesai ditulis pada tahun 1365. Kitab ini ditulis oleh empu Prapanca yang merupakan nama samaran dari Dang Acarya Nadendra, seorang bekas pembesar agama Buddha di Kerajaan Majapahit saat Prabu Hayam Wuruk berkuasa.

Kitab yang merupakan syair kuno Jawa atau kakawin ini menceritakan kejayaan Kerajaan Majapahit saat itu. Penemuan kitab ini menjadi bukti jika di masa lalu,Nusantara pernah dikuasai kerajaan hebat dengan tradisi kelas tinggi.

2. Kitab Sutasoma

Kitab ini adalah sebuah kakawin atau syair Jawa Kuno yang berisi banyak bait. Orang yang menggubah kitab ini hingga terkenal sampai sekarang adalah Empu Tantular. Ia disuruh oleh Hayam Wuruk yang saat itu masih menjadi raja.

“Bhinneka Tunggal Ika” adalah petikan bait dari kitab ini. Karya sastra ini juga berisi banyak sekali pelajaran yang berharga. Salah satunya ada mengajarkan toleransi beragama. Sesuatu yang saat ini sudah mulai luntur.

3. Kitab Arjuna Wiwaha

Kitab Arjuna Wiwaha adalah sebuah karya sastra kuno yang dibuat dan digubah pertama kali pada abad ke-11 masehi. Seorang empu bernama “Kanwa” menulisnya saat masa pemerintahan Prabu Airlangga yang menguasai Jawa Timur sekitar tahun 1019-1042.

Sastra ini menjadi pusaka berharga karena menjadi bukti peradaban manusia zaman dahulu yang ternyata sudah maju. Bahkan mengenal baca tulis meski hanya kalangan tertentu saja.

Kitab Arjuna Wiwaha, kitab yang lagi-lagi berupa kakawin ini berisi syair mengenai perjuangan Arjuna. Sebuah tokoh pewayangan yang sangat hebat.

Dikisahkan Arjuna sedang bertapa di Gunung Mahameru. Dewa mengujinya dengan mengirim tujuh bidadari yang sangat cantik. Bidadari itu disuruh menggodanya, namun Arjuna lulus godaan. Akhirnya Arjuna disuruh melawan raksasa yang mengamuk di kahyangan. Karena berhasil, ia boleh mengawini tujuh bidadari yang menggodanya tadi.

4. Serat Chentini

Di dalam kitab ini banyak sekali tersimpan hal yang saat itu dikhawatirkan akan punah. Pakubuwana ke-V adalah orang yang menghimpun segala budaya dan tradisi dari Jawa ini menjadi sebuah serat yang berisi tetembangan.

Serat Centhini diperkirakan ditulis pada pertengahan abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Pakubuwana ke-V yang dibantu 3 orang pujangga kerajaan ini diminta berkelana dan menuliskan semuanya yang berkaitan dengan kebudayaan dan juga tradisi lokal.

5. Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian

Kitab ini berisi naskah didaktik berbahasa Sunda Kuno berbentuk prosa, yang memberikan aturan, tuntunan serta ajaran agama dan moralitas kepada masyarakat umum yang ditulis oleh kalangan agamawan (karesian).

Naskah ini bertanggal nora catur sagara wulan(0-4-4-1), yaitu tahun 1440 Saka atau 1518 Masehi. Sejauh ini, naskah L 630 merupakan naskah Sunda Kuno tertua yang mencantumkan tahun penulisannya. Naskah 630 merupakan bagian dari koleksi yang diberikan oleh Raden Saleh untuk BGKW, sekarang disimpan di Perpustakaan Nasional RI. Tidak ada keterangan pasti darimana Raden Saleh mendapatkan naskah ini, namun K.F. Holle menduga naskah ini mungkin berasal dari Galuh di Priangan Timur.

6. Amanat Galunggung

Amanat Galunggung adalah nama yang diberikan untuk sekumpulan naskah yang ditemukan di Kabuyutan, Kabupaten Garut. Judul Amanat Galunggung diberikan oleh Saleh Danasasmita dkk (1987). Padahal kata amanat tak ditulis dalam teks (amanat merupakan kata Arab). Sebelumnya para ahli menyebutnya Naskah Kabuyutan Ciburuy di Bayongbong, Garut, Jawa Barat. Galunggung sendiri merupakan gunung berapi yang sekarang masuk ke daerah Kabupaten Tasikmalaya.

Naskah ini diperkirakan disusun pada abad ke-15, ditulis pada daun lontar dan nipah, menggunakan bahasa Sunda kuno dan aksara Buda. Sayang, naskah ini tak bertarikh dan juga tak lengkap. Yang tersedia hanya enam helai daun. Dilihat dari penulisan kata-katanya, dapat ditafsir bahwa naskah ini lebih tua dari Sanghyang Siksakandang Karesian (1518 M) dan Carita Parahyangan(1580 M) yang ditulis pada abad ke-16. Dalam Amanat Galungggung ejaannya ditulis: kwalwat, gwareng, anwam, dan hamwa; yang di dalam Carita Parahyangan dieja: kolot, goreng, anom, dan hamo.

Teksnya berisi tentang usaha Darmasiska dan orang-orang yang “membuka” wilayah Galungggung (nya nyusuk na Galungggung). Selebihnya teks ini berisi nasihat perihal budi pekerti yang disampaikan Rakyan Darmasiksa, Raja Kerajaan Sunda, yang duduk di Galunggung, kepada putranya, yakni Ragasuci atau Sang Lumahing Taman. Karena itu, sering pula naskah ini disebut Amanat Prabuguru Darmasiksa.

Dari naskah ini diketahui peran kabuyutan, bukan hanya sebagai tempat pemujaan, melainkan dijadikan sebagai salah satu cara penopang integritas terhadap negara, sehingga tempat itu dilindungi dan disakralkan oleh raja.

About Author

Tim Redaksi

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *