INFO BANDUNG BARAT—Gentrifikasi adalah proses di mana suatu kawasan perkotaan yang awalnya kurang berkembang atau dianggap kurang menarik bagi kelas menengah ke atas mengalami perubahan signifikan, baik secara sosial, ekonomi, maupun fisik.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh sosiolog Inggris, Ruth Glass, pada tahun 1964 untuk menggambarkan perubahan sosial yang terjadi di London.
Gentrifikasi berasal dari kata “gentry,” yang mengacu pada kelas sosial atas atau menengah ke atas. Ruth Glass menciptakan istilah ini untuk menggambarkan transformasi kawasan urban di London, di mana rumah-rumah kuno dan kumuh direnovasi oleh orang-orang dari kelas menengah.
Proses ini mengakibatkan penduduk asli yang lebih miskin terpaksa pindah karena naiknya biaya hidup dan sewa.
Sejarah Gentrifikasi
Pada dekade 1970-an dan 1980-an, gentrifikasi mulai terjadi di beberapa kota besar di Amerika Serikat, seperti New York, San Francisco, dan Chicago. Di New York, kawasan seperti Soho dan Brooklyn menjadi contoh nyata dari gentrifikasi.
Kawasan-kawasan ini mengalami peningkatan nilai properti yang signifikan, tapi juga menghadapi kritik karena menggusur penduduk asli yang kurang mampu.
Proses gentrifikasi sering kali memicu perdebatan sengit. Di satu sisi, gentrifikasi membawa manfaat berupa revitalisasi kawasan kumuh, peningkatan kualitas infrastruktur, dan peningkatan ekonomi lokal.
Namun, di sisi lain, proses ini sering mengakibatkan peningkatan biaya hidup yang tak terjangkau bagi penduduk asli, sehingga mereka terpaksa pindah ke kawasan yang lebih terjangkau.
Selain itu, gentrifikasi juga sering kali mengubah karakter budaya suatu kawasan. Misalnya, toko-toko lokal dan warung makan yang sebelumnya menjadi ciri khas kawasan tersebut digantikan oleh kafe modern dan butik mewah yang lebih sesuai dengan selera pendatang baru dari kelas menengah ke atas.
Selain di Inggris dan Amerika Serikat, gentrifikasi juga terjadi di berbagai kota besar di seluruh dunia. Di Berlin, Jerman, kawasan seperti Prenzlauer Berg mengalami perubahan drastis akibat gentrifikasi.
Di Asia, kota-kota seperti Tokyo dan Seoul juga mengalami proses serupa, di mana kawasan-kawasan yang dulu dianggap kurang menarik kini menjadi pusat aktivitas ekonomi dan sosial.
Menghadapi dampak negatif gentrifikasi, beberapa pemerintah kota mulai mengambil langkah-langkah untuk melindungi penduduk asli.
Misalnya, di San Francisco, ada program perlindungan sewa yang bertujuan untuk menjaga agar penduduk asli tidak terusir oleh lonjakan harga sewa.
Di Amsterdam, pemerintah kota membatasi renovasi besar-besaran untuk menjaga keseimbangan antara revitalisasi dan keberlanjutan sosial.
Gentrifikasi di Indonesia
Pantai Indah Kapuk (PIK) di Jakarta Utara adalah salah satu contoh kawasan yang mengalami gentrifikasi signifikan..
Kawasan ini dulu adalah daerah rawa dan lahan kosong yang kemudian dikembangkan menjadi kawasan elit. Di kawasan tersebut terdapat perumahan mewah, pusat perbelanjaan modern, dan fasilitas hiburan.
Gentrifikasi di PIK telah mengakibatkan banyak penduduk asli yang dulu tinggal di kawasan tersebut terpaksa pindah. Mereka tidak mampu lagi menanggung biaya hidup yang meningkat.
Harga properti dan sewa yang melonjak membuat mereka tidak punya pilihan. Mereka harus mencari tempat tinggal yang lebih terjangkau di pinggiran kota atau daerah lain yang belum berkembang.
Karakter asli kawasan tersebut berubah drastis. Warung makan tradisional, pasar lokal, dan toko-toko kecil yang dulu menjadi ciri khas. Namun kini digantikan oleh restoran mewah, kafe modern, dan pusat perbelanjaan besar.
Gentrifikasi di PIK juga memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi. Kehadiran fasilitas-fasilitas mewah hanya dapat dinikmati oleh golongan masyarakat yang lebih kaya, sementara penduduk asli yang kurang mampu merasa terpinggirkan.
Peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan infrastruktur di PIK juga berdampak pada kemacetan lalu lintas dan masalah lingkungan. Pembangunan yang masif sering kali tidak disertai dengan perencanaan transportasi yang memadai, sehingga mengakibatkan kemacetan parah.
Selain itu, perubahan lahan dari kawasan hijau menjadi area beton juga berkontribusi terhadap masalah lingkungan. Hal ini dapat menyebabkan banjir dan berkurangnya ruang terbuka hijau.***