INFO BANDUNG BARAT—Hari Pahlawan Nasional yang akan diperingati beberapa hari lagi, membangunkan ingatan warga Bandung Barat akan nama-nama yang hilang di pusaranya.
Pusara itu bercat merah-putih tanpa keterangan nama atau waktu. Seluruh kuburan itu tampak teduh dipayungi pohon beringin besar serta sebuah monumen megah setinggi 3 meter yang dibalut keramik dan ukiran bintang warna keemasan. Ada delapan makam yang bernisan ‘pahlawan tak dikenal’.
Deretan makam dengan batu nisan bertuliskan ‘pahlawan tak dikenal’ itu terletak di Taman Makam Pahlawan Kampung Warung Pulus Desa Batujajar Barat Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat (KBB). Makam yang membuat kita kembali membayangkan perjuangan mereka.
Meski demikian, namun ada juga makam tempat peristirahatan pejuang lain yang memiliki nama. Di antaranya, Letkol Oon Sudarna, Mayor Inf. Bambang, H.D. Jawadi S, serta Peltu Rukjat. Tiap peringatan Hari Pahlawan, tanggal 10 November, kompleks Makam Pahlawan Kampung Warung Pulus ini sering dijadikan lokasi upacara.
Masa lalu di balik makam ‘Pahlawan Tak Dikenal’ yang dekat dengan aliran Sungai Citarum itu ternyata sungguh tragis. Pada Juli 1946 hingga akhir tahun 1947 ternyata di Kampung Warung Pulus terjadi tragedi pembantaian hingga daerah aliran Sungai Citarum penuh mayat dan potongan tubuh mengambang terbawa arus deras dari hulu.
Peristiwa pembantaian di daerah aliran Sungai Citarum
Pahlawan-pahlawan itu gugur dalam
pertempuran pada jangka waktu tahun 1946 hingga tahun 1949. Pada saat itu terjadi pertempuran melawan tentara KNIL Belanda.
Sasarannya, bukan saja para anggota laskar atau milisi tapi warga sipil acak berusia 7 tahun hingga lansia. Pasalnya, mereka kerap dicurigai jadi mata-mata laskar-laskar kemerdekaan, sehingga tidak luput dari pembantaian.
Terjadinya pertempuran hebat antara para pejuang dengan balatentara Belanda di Batujajar, hingga meluas ke Cililin, dan Gununghalu, tak bisa dilepaskan dari keberadaan Korps Speciale Troepen (KST) atau Pasukan Khusus Belanda di Batujajar.
KST beroperasi di Indonesia semasa perang Kemerdekaan Indonesia. Kelak, bekas pangkalan KST itu menjadi markas pertama Kesatuan Komando TT-III/Siliwangi yang menjadi cikal bakal RPKAD, yang sekarang dikenal dengan Kopassus.
Pasukan Soegih Arto
Pada masa perang kemerdekaan di wilayah selatan Bandung Barat, muncul sosok pejuang hebat yang bernama Soegih Arto. Keberanian dan kehebatannya di medan pertempuran membuat pasukan Belanda yang dilengkapi persenjataan canggih pada masanya, dibuat ketar-ketir.
Ketika itu, Soegih Arto berpangkat Mayor. Di merupakan prajurit Siliwangi yang memimpin Batalyon 22 Djaja Pangrerot Brigade Guntur yang merupakan bagian dari Divisi Siliwangi. Wilayah operasinya meliputi Batujajar, Cililin dan Gununghalu.
Menurut beberapa sumber, pasukan Belanda pernah membombardir wilayah Gununghalu. Digambarkan bom berjatuhan dari pesawat militer Belanda yang hendak mencari para pejuang di salah satu kecamatan paling ujung di Bandung Barat itu.
Serangan hebat pasukan Belanda di Gununghalu sebagai tindakan balasan untuk menghancurkan pasukan Soegih Arto yang menyerang pangkalan KST di Batujajar. Sedangkan Gununghalu sendiri merupakan basis pertahanan pasukan Soegih Arto.
Akibat serangan yang membabi-buta itu, memukul mundur pasukan Soegih Arto dari Gununghalu. Pasukan pejuang tercerai berai.
Disebutkan pula, Soegih Arto mundur ke wilayah yang dikuasai Batalyon 26 pimpinan Mayor Achmad Wiranatakusumah yang juga bagian dari Divisi Siliwangi.
Belanda kemudian menangkap Soegih Arto
setelah mendapat informasi dari orang pribumi yang berkhianat. Kaki tangan Belanda ini memberikan informasi tentang keberadaan Soegih Arto.
Sempat mendekam dalam penjara, tapi kemudian dibebaskan pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Begitulah potret perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Bandung Barat. Sejarah akan mencatat perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa raganya
Tentara pribumi gugur dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan oleh pasukan Belanda, lalu jasadnya dibuang ke Sungai Citarum.
Jasad pahlawan itu di antaranya merupakan anggota Tentara Republik Indonesia (TRI). Pertempuran hebat itu terjadi bersamaan dengan peristiwa Bandung Lautan Api (BLA) 24 Maret 1946.
Makam pahlawan tak dikenal
Sebenarnya, tidak ada data yang pasti mengenai berapa korban jiwa yang tewas dalam pertempuran mempertahankan Kemerdekaan Indonesia tersebut.
Informasi yang dihimpun, sebelumnya makam para pejuang kemerdekaan itu tersebar di beberapa tempat yang sekarang tergenang Waduk Saguling. Hanya beberapa yang dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan yang memiliki luas sekitar 600 meter persegi itu.
Untuk menghormati jasa pejuang dan banyaknya korban akibat tragedi itu masyarakat berinisiatif membuat makam kamuflase atau kuburan tanpa jasad, tepat di bekas jembatan Citarum Warung Pulus. Total makam tersebut ada sepuluh petak dengan perhitungan satu makam mewakili 100 orang korban.
Namun pada 1984 makam tersebut dipindahkan ke lokasi Taman Makam Pahlawan, karena hadirnya proyek Bendungan Saguling. Taman Makam Pahlawan di KBB itu dibuat untuk mengenang para pejuang dan kekenanan yang dilakukan KST.