INFO BANDUNG BARAT—Tidak hanya meyimpan sejarah kerajaan atau sejarah masa Hindia-Belanda. Bandung Barat, khususnya daerah Cipongkor. Sungai Cilanang menyimpan sejarah yang cukup purba. Hal ini tertulis dalam catatan perjalanan seorang naturalis berkebangsaan Jerman, Franz Junghuhn. Ia melakukan perjalanan dan melaporkan kondisi Geologi dari daerah-daerah Jawa yang dikunjunginya dalam buku setebal 2 ribu halaman.

Terinspirasi penemuan Junghuhn, ekspedisi sains yang didanai Kerajaan Austria pun dilakukan dan dilanjutkan dengan berbagai penelitian oleh Geolog dan Paleontolog lainnya yang turut mempublikasikan laporan dari fosil-fosil yang berhasil dikumpulkan, salah satunya Ferdinand von Hochstetter.

Fosil Moluska di Sungai Cilanang Cipongkor

Fosil-fosil Moluska banyak ditemukan di Sungai Cilanang, Kampung Bojong, Desa Sarinagen, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Cilanang Beds merupakan sebutan yang diperkenalkan oleh Oostingh dalam van Bemmelen pada 1949 sebagai suatu lapisan sedimen yang kaya akan fosil Moluska. Sejarah penelitian dari tempat ini bermula lebih dari 150 tahun.

Aliran Ci Lanang berasal dari Pasir Ciasahan di Desa Tamanjaya, Kecamatan Gununghalu. Sungai ini bermuara ke genangan Saguling di Kampung Cinangka, Desa Mekarsari, Kecamatan Cipongkor. Lokasi pengamatan fosil moluska, akik, dan fosil kayu berada di Kampung Tonjongpeusing, Desa Wargasaluyu.

Pada lokasi ini ditemukan beberapa jenis fosil moluska yaitu Paphia neglecta, Strombus herklotsi, dan Anadara preangerensis. Moluska-moluska ini hidup pada zaman Miosen Atas dengan lingkungan hidup laut dangkal.

Ilustrasi fosil-fosil moluska yang ditemukan di Sungai Cilanang (foto: Pengagum Alam Raya)
Ilustrasi fosil-fosil moluska yang ditemukan di Sungai Cilanang (foto: Pengagum Alam Raya)

Dilansir dari situs Pengagum Alam Raya, Kisah panjang Cilanang bermula pada pertengahan abad ke 19, kala Junghuhn melakukan perjalanan penelitiannya yang masyhur di Pulau Jawa. Junghuhn menulis 4 jilid buku yang dipublikasikan secara berkala dari tahun 1850 hingga 1854.

Dalam buku jilid ke 4, Junghuhn melaporkan tentang kondisi geologi dari daerah-daerah yang dikunjunginya. Catatannya ini sangat mengagumkan. Deskripsinya penuh presisi dengan sketsa yang luar biasa. Ketika membacanya seolah kita tak percaya bahwa buku ini ditulis hampir dua ratus tahun yang lalu.

Lokasi O yang ditulis Jungjuhn diduga terdapat Cilanang di dalamnya

Salah satu catatan geologi yang dilaporkan Junghuhn adalah penemuan fosil-fosil yang lokasi penemuannya ia kelompokkan dengan kode lokasi A-Z. Salah satu lokasi yang penemuan fosilnya cukup banyak dan catatannya cukup detil adalah Lokasi O.

Tentang Lokasi O Junghuhn menulis:

“Bagian barat daya dari dataran tinggi Bandung, terutama di Distrik Rongga, di sebelah selatan dari Ngarai Ci Tarum, antara Curug Jompong dan lembah yang menerobos pegunungan memanjang antara Bandung dan Rajamandala. Bagian selatan dari tempat ini adalah suatu pegunungan yang berasal dari endapan gunung api. Dari Lio Tjitjangkang berjalan turun ke arah barat hingga Gunung Sela, kita akan temui daratan yang menjorok ke sungai, di mana kita bisa lihat lapisan lempung dan batupasir marl yang lunak dan berwarna kebiruan dengan kandungan fosil yang luar biasa baik dengan tingkat keterawetan yang sangat tinggi. Dengan ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut, singkapan ini berada di tepian Ngarai Ci Lanang hingga ke Gunung Sela, di mana sepanjang ngarai inilah fosil-fosil bisa ditemukan.”

Karl Ludwig Martin melanjutkan penelitian Jungjuhn

Para naturalis dan peneliti yang melakukan penelitian terhadap fosil-fosil di wilayah Cilanang (foto: Pengagum Alam Raya)
Para naturalis dan peneliti yang melakukan penelitian terhadap fosil-fosil di wilayah Cilanang (foto: Pengagum Alam Raya)

Kemudian pada tahun 1879, seorang geolog dan paleontolog berkebangsaan Jerman Johann Karl Ludwig Martin, mempublikasikan laporannya tentang hasil analisis fosil-fosil yang dikumpulkan oleh Junghuhn dan oleh ekspeditor lain yang dilakukan di Jawa. Laporan ini berjudul “Die Tertiärschichten Auf Java” atau “Lapisan Tersier di Jawa”. Dalam laporan ini Martin juga menganalisis mengenai Lokasi O yang disebutkan Junghuhn. Lokasi ini cukup istimewa karena jumlah spesies yang bisa diidentifikasi sangat banyak, lebih dari 100 fosil bisa diidentifikasi dari lokasi ini.

Martin mencari tahu lokasi-lokasi mana saja yang dideksripsi oleh Junghuhn sebagai Lokasi O. Setelah mempelajari detil laporan Junghuhn dan Hochstetter, Martin mengunjungi Cilanang dan mendapati 4 lokasi penemuan fosil, yaitu; di pertemuan Ci Lanang dan Ci Tangkil, kemudian di Lembah Ci Lanang menuju Gunung Sela, kemudian di Lembah Ci Bining, dan di Lio Cicangkang. Tempat-tempat ini beberapa masih bisa dikenali hingga sekarang.

Ci Lanang adalah sungai menjadi batas dua desa di Kecamatan Gunung Halu, yaitu Desa Wargasaluyu dan Desa Tamansari. Ciburial adalah nama kampung di Desa Celak, Kecamatan Gunung Halu, juga merupakan nama sungai.

Lio Cicangkang tidak dikenali lagi, tapi ada nama daerah Cicangkang di perbatasan Kecamatan Gununghalu dan Sindangkerta. Menurut Hochstetter, Lio Cicangkang adalah tempat pembakaran kapur, dan tempat ini merupakan satu-satunya lokasi bisa ditemukan kapur di daerah ini. Dalam peta geologi lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972), terdapat satuan batuan Mtjl atau anggota batugamping Formasi Cilanang di sekitar Cicangkang yang kemungkinan besar merupakan sisa-sisa Lio Cicangkang. Sementara Ci Bining tidak dikenali lagi.

Fosil-fosil yang terkumpul

Dari keempat lokasi ini Martin mengumpulkan 2563 spesimen dari 119 spesies yang berbeda. Ditemukan 104 spesies di Ci Burial, kemudian 46 spesies di Ci Lanang, dan 29 spesies di Ci Bining.

Persentase antara fosil yang masih hidup dengan jumlah fosil yang ditemukan ini digunakan Martin untuk mengklasifikasikan umur lapisan-lapisan sedimen. Untuk lapisan di Cilanang, Martin menyimpulkan lapisan ini berumur Miosen tengah atas atau sekitar 7-10 juta tahun yang lalu.***

Sumber: Pengagum Alam Raya (www.maliekarrahiem.com)