INFO BANDUNG BARATUpacara Puput Puseur adalah upacara adat Sunda yang berkaitan dengan perawatan tali pusat atau tali ari-ari bayi. Kepercayaan terhadap upacara puput puseur bisa ditemukan di banyak wilayah di Indonesia, tidak terkecuali di Tanah Pasundan. Salah satunya yang dilakukan masyarakat Kampung Parakansalam Desa Nyalindung Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat.

Mendoakan bayi dalam upacara puput puseur agar selamat dunia akhirat (foto: Hernandi)
Mendoakan bayi dalam upacara puput puseur agar selamat dunia akhirat (foto: Hernandi)

Tradisi Puput Puseur di Kampung Parakansalam diwariskan oleh seorang tokoh masyarakat setempat bernama Ibu Entang kepada keturunan-keturunannya yaitu Abu Ucu, Emak Iduy, Emak Arnas, Emak Da’i, Emak Ipung sebagai emak paraji, kemudian sekarang masih dijalankan oleh Emak Engkar.

Tujuan Upacara Puput Puseur

Berdasarkan kepercayaan masyarakat Sunda, Upacara Puput Puseur memiliki tujuan untuk menjamin kehidupan bayi agar merasa aman dan diberkati oleh Tuhan. Adapun keutamaan upacara ini adalah bentuk etika sopan santun kepada proses perawatan lepasnya tali pusat melalui upacara khusus.

Dari segi filsafat, menurut Damardjati (2007), penguburan ari-ari memiliki makna tersendiri, yaitu penghormatan terhadap saudara kakang bawah dan adi ari-ari yang dikubur di halaman rumah. Upacara ini dilakukan agar manusia yang lahir mendapat takdir yang baik di akhir. Penguburan ari-ari mempunyai maksud untuk menyusul “kakaknya” si “kakang bawah” yang tumpah terlebih dahulu ke bumi. Semua itu dikubur untuk menyatukan semua perwujudan dengan tanah.

Manifestasi Kerukunan

Orang Sunda percaya bahwa setiap bayi lahir bersama dengan 4 saudaranya, yang disebut dulur opat kalima pancer. 4 kakang bawah (ketuban), adi ari-ari (plasenta), getih (darah), dan pusar (tali plasenta). Serta yang menjadi kalima pancernya adalah bayi itu sendiri. Keempat hal tersebut dirawat dan dijaga dengan baik, karena orang Sunda percaya bahwa dengan merawat baik dulur opat kalima pancer kelak bayi akan hidup rukun dengan saudaranya.

Sumber: Buku 10 Ritus Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia Kabupaten Bandung Barat sebagai Upaya Memperkuat Ketahanan Budaya Masyarakat oleh Hernandi Tismara, S.Sos., M.Si.