INFO BANDUNG BARAT—Penamaan Lembang pada daerah di Kabupaten Bandung Barat ternyata tidak hanya “Lembang” di wilayah utara kabupaten ini. Lembang juga menjadi nama dari sebuah dusun di Desa Mukapayung Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat.
Terlepas dari definisi kata “Lembang” yang berarti air yang menggenang. Ternyata tak hanya tentang air, tempat ini menyimpan sejarah perjuangan yang berakhir memilukan di salah satu puncak gunungnya.
Gunung itu adalah Gunung Lumbung, gunung yang memiliki puncak setinggi 1.093 meter di atas permukaan laut ini adalah saksi bisu sejarah tertangkapnya Dipati Ukur dalam persembunyiannya.
Cerita ini tertuang dalam Cerita Dipati Ukur versi Sukapura (1886), yang di dalamnya tertulis “Ki Dipati Ukur kawon, mundur menek dhateng Gunung Lumbung, bumi Batulayang.” yang artinya Ki Dipati Ukur kalah, lalu mundur dan naik Gunung Lumbung, di daerah Batulayang. Batulayang sendiri adalah nama lama dari distrik yang kini melingkupi Cililin, Rongga, dan sekitarnya.
Gan-Gan Jatnika, seorang pegiat pendaki gunung Bandung dan penulis buku Lingkung Gunung Bandung, menjelaskan bahwa selain catatan yang tertulis di atas, ada beberapa bukti sejarah lain. Salah satunya adalah catatan Salomon Muller yang mengunjungi Gunung Lumbung pada 17 Januari 1833. Dalam catatan perjalanannya ia menuliskan “…De Nagara hier op Loemboeng werd verwoest…” yang artinya …Negara di Lumbung dihancurkan…
Sekitar tahun 1630-1632 Dipati Ukur diketahui membuat wilayah pertahanan di Gunung Lumbung untuk menghadapi lawannya, yaitu Kerajaan Mataram dan VOC. Sebagai pemimpin Tatar Ukur, ia memilih Gunung Lumbung karena gunung ini sulit dijangkau dari arah mana pun.
Namun perkiraannya salah, sekitar tahun 1632, Sultan Agung sebagai pemimpin Mataram ternyata mengirimkan 40.000 pasukan ke wilayah Priangan untuk menangkap Dipati Ukur. Menurut beberapa sumber, di Gunung Lumbung lah Dipati Ukur mengakhiri pertahanannya.
Kini, di puncak Gunung Lumbung terdapat sebuah arca. Menurut Over Eenige Oudheden Van Java En Sumatra yang ditulis Muller tahun 1855, arca ini sudah tidak dalam keadaan baik. Yang masih bisa dikenali itu ada bentuk yang seperti burung merak, ini mengingatkan pada Saraswati istri Brahma atau Kartikeya putra Siwa sang dewa perang. Penjelasan tersebut kini tidak lagi bisa di lihat karena arcanya sudah sulit diidentifikasi bentuknya.