Nyenang: Jejak Pelarian Putri Kerajaan Padjajaran di Cipeundeuy

INFO BANDUNG BARAT—Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat ternyata menyimpan banyak warisan budaya dan sejarah. Salah satunya di Desa Nyenang, asal mula terbentuknya desa tersebut bahkan tercatat sebagai warisan budaya takbenda.
Dilansir dari situs resmi Desa Nyenang, adapun hasil pencatatan warisan budaya takbenda itu menyangkut tradisi dan ekspresi lisan, tentang asal mula Desa Nyenang. Informasi ini diperoleh dari Tatang Adin Saputra, Ketua Paguron Pencak Silat Buana Dangiang Domas, selaku tokoh adat penerus cerita pantun dari Aki Japar.
Menurutnya, zaman dahulu untuk mengabadikan suatu cerita sejarah, tokoh dan tempat maka seseorang akan menceritakanya kepada tukang pantun/juru pantun. Ia adalah pencatat sekaligus penyimpan arsip yang dihafalkan dalam hati serta pikiranya serta diungkapkan tanpa ditulis artinya dicatat dan diarsipkan dalam tradisi lisan oleh juru pantun. Apa yang diceritakan diolah berbagai ornamen bahasa, lagam, suara, yang diiringi oleh kacapi.
Kata Nyenang sendiri berarti menenangkan hati dan pikiran. Konon, nama desa ini diambil dari nama seorang perempuan yang bernama “Nyimas Kubang Karancang atau Nyimas Siliwangi” yang berasal dari Kerajaan Padjajaran.
Cerita Pantun tentang Sejarah Desa Nyenang

Menurut cerita pantun yang diceritakan Aki Japar, adanya Desa Nyenang diawali dengan seorang perempuan yang sangat cantik. Ia berangkat sendiri dengan berjalan kaki mencari suatu daerah untuk menyenangkan pikiran yang sedang kalut, akibat tekanan batin selisih paham di Kerajaan Padjadjaran.
Tempat yang kini bernama Desa Nyenang itu juga dijadikan sebuah pesanggrahan yang namanya Pesanggrahan Kubah Karancang.

Tidak hanya pesanggrahan itu, tempat lain yang menjadi petiladan Nyimas Kubang Karancang adalah Situs Batu Lawang. Batu Lawang yang konon dulunya dipakai Nyimas Kubang Karancang untuk bermeditasi untuk menenangkan hati dan pikiran.
Selama meditasi di Batu Lawang Nyimas Kubang Karancang dijaga oleh pengawal yang bernama Patanagara.
Meditasinya ia mulai pada waktu ashar, ia memandang tempat di Batu Lawang. Menunggu datangnya magrib dengan tujuan untuk mandi di Tampian Cileungsir. Ia berenang di Sungai Leuwi Panjang untuk kemudian ia dan abdi dalemnya membersihkan diri di sebuah tempat bernama Parakan Garut.
Nyimas Kubang Karancang akhirnya berujar bahwa tempat ini namanya Nyenang (senang), dengan harapan jauh dari marabahaya, masa paceklik dan kemiskinan. Kini, tempat mandinya Nyimas Kubang Karancang dinamai dengan Cinyenang yaitu air yang menenangkan hati dan juga pikiran.
Namun ada sumber lain yang mengatakan bahwa Nyenang ini diambil dari adanya 7 mata air tampian yang melagenda nan sakti, 7 mata air tampian ini pada zamannya kerap dijadikan tempat sakral bagi sebagian orang, tiap pancuran air tersebut mengeluarkan air yang jernih sekali. Sehingga mata air 7 tampian ini dijadikan acuan disebutnya desa tersebut sebagai Desa Nyenang.
Namun kini mata air itu hanya tersisa 1, dikarenakan penataan dan pembenahan tanah yang dilakukan di desa tersebut.***