INFO BANDUNG BARAT—Sebelah timur dari Gunung Batu Lembang, terdapat sebuah situs yang konon menyimpan banyak sejarah dan misteri. Situs tersebut bernama situs Batu Lonceng. Tepatnya di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat
Penemuan Arca yang Diperkirakan Sebagai Cikal Bakal Batu Lonceng
Situs budaya ini diperkirakan merupakan kabuyutan yang memiliki umur lebih tua dari peradaban Sunda Klasik. Tafsiran demikian berdasarkan interpretasi dari temuan arca Cikapundung, sekitar tahun 1263 Saka atau sekitar 1341 Masehi.
Arca tersebut bergaya Polinesia-Pajajaran, ditemukan di sekitar  Cikapundung, di atas bangunan berundak teras diwujudkan dalam bentuk antromorf (Eriwati, 1955). Tidak disebutkan dengan rinci lokasinya, tetapi menunjukan wilayah sekitar bantaran hulu Ci Kapundung yang saat ini masuk ke dalam wilayah Suntenjaya.
Beberapa sumber menyebukan ditemukan di sekitar perkebunan kina. Saat ini arca tersebut menjadi koleksi Museum Nasional dengan nomor inventaris 479c/D184. Bila disejajarkan dengan kerajaan Sunda saat itu berada di penguasaan Prabu Ragamulya Luhurprabawa yang memerintah antara 1340 hingga 1350.
Catatan Bujangga Manik tentang Batu Lonceng
Penemuan arca tersebut memperkuat dugaan kunjungan Bujangga Manik ke sekitar Suntenjaya. Dalam naskah yang ditulis pada abad ke-15, menceritakan perjalanan Bujangga Manik melintasi dataran tinggi bagian utara Ujung Berung.
Dalam catatannya ieu menyebut nama-nama tempat seperti Bukit Karesi, Bukit Langlayang, dan (gunung) Palasari. Kemudian menyeberangi (sungai) Cisaunggalah dan berjalan ke arah barat hingga tiba di bukit Patenggeng.
Dalam teks tersebut bisa ditafsirkan beberapa nama geografis yang masih bisa dikenali hingga kini. Seperti penulisan bukit Langlayang untuk Gunung Manglayang di sebelah utara Cibiru Bandung. Kemudian bukit Palasari adalah Gunung Palasari di Suntenjaya. Namun untuk mencocokkan bukit Karesi, sepertinya tidak ada lagi indikasi geografis yang bisa disandingkan dengan nama tersebut, sehingga bisa jadi merujuk pada nama gunung lain yang satu kelompok dengan Palasari-Manglayang.
Tempat lain yang disebutkan adalah Cisaunggalah yang mendekatkan dengan cerita Ciung Wanara di sebelah timur Jawa Barat. Hadir sekitar 793 Masehi, merupakan penguasa kerajaan Galuh setelah tamperan Bamawijaya.
Sementara naskah Bujangga Manik ditaksir antara akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15. Noorduyn dan A Teeuw memperkirakan bahwa kisah perjalanan Bujangga Manik berlangsung pada kurun Kesultanan Malaka masih menguasai jalur perniagaan Nusantara, sebelum jatuh ke tangan Portugis pada 1511.
Di dalam naskah tesebut menyebutkan 450 kawasan, termasuk di antaranya ada sedikitnya 90 nama gunung dan 50 nama sungai. Naskah puisi yang berjumlah 1641 baris ini mirip naskah-naskah Sunda antik yang pada umumnya otentik dan tidak disalin atau hanya ada satu-satunya di dunia (codex uniqus).
Kondisi Geografis Batu Lonceng
Situs Batu Lonceng berupa undakan yang didirikan di atas bukit. Tepat berada di lereng sebelah utara Gunung Palasari, diapit oleh Gunung Bukittunggul dan dipisahkan oleh Ci Kapundung hulu. Penulisan Gunung Bukittunggul lebih dipercaya disebut beuti bukan bukit, memaknai akar pohon (tunggul) yang digunakan untuk membuat perahu oleh Sangkuriang.
Begitu pula yang dituliskan dalam Gids voor Bergtochten op Java, ditulis oleh ahli gunungapi Dr. Ch. E. Stehen, 1930. Situs ini dipercaya hadir sejak 1816, melalui juru pelihara (kuncen), Eyang Haih. Dipercaya sebagai patilasan Sembah Dalem Sunan Margataka atau yang dikenal dengan Prabu Wanara atau Ciung Wanara (Manarah/Surotama).
Kepercayaan tersebut bersarkan penamaan toponimi yang muncul pada peta Belanda (Geolosgisch kaart, van Bemmelen, 1934) menuliskan nama Gegersunten di sebelah utara, tepat di lereng selatan Gunung Bukittunggul.***