INFO BANDUNG BARAT—Kebudayaan tidak terlepas dari faktor geografis sebagai hal yang melatarbelakangi munculnya suatu kebudayaan. Salah satu daerah dengan jumlah gunung berapi terbanyak di indonesia berada di Jawa Barat, rumah bagi suku Sunda sebagai suku terbesar kedua di Indonesia.
Bagi orang Sunda, terutama bagi masyarakat yang masih memegang erat kearifan lokal, gunung merupakan suatu hal yang sakral dalam kehidupan sehari-hari.
Mulasara Buana
Salah satu filosofi masyarakat Sunda adalah Mulasara Buana yaitu sebuah visi hidup untuk senantiasa memelihara alam semesta dan perlunya menjaga keseimbangan alam semesta dengan menghindari eksploitasi alam secara berlebihan.
Dalam penelitian Jakob Sumardjo (2005) dan Edi S Ekajati (2005),kepercayaan gunung berapi sebagai tempat yang sakral kerap kali disebut sebagai istilah mandala.
Hal tersebut merupakan sebuah manifestasi dari konsep gunung sebagai sarana penghubung antara manusia dengan Yang Maha Kuasa atau dalam kepercayaan Sunda Wiwitan sering disebut Sanghyang Widhi.
Dalam kehidupan masyarakat Sunda, terutama yang hidup di dataran tinggi tentunya gunung memainkan peran vital baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dari segi mata pencaharian banyak orang Sunda yang lebih memilih berkebun, hal ini didukung oleh letak geografis Jawa Barat yang berada di dataran tinggi.
Bagi orang Sunda, gunung adalah paku bumi di dunia, gunung adalah sumber spiritual dan budi pekerti yang menuntun seorang manusia dalam berperilaku. Masyarakat Sunda mengkategorikan wilayah gunung menjadi tiga kategori yaitu : leuweung larangan (hutan keramat), leuweung tutupan (hutan lindung), dan leuweung baladaheun (hutan titipan).
Leuweung larangan yaitu hutan yang tidak boleh ditebang dengan alasan apapun, leuweung tutupan yaitu hutan yang boleh ditebang namun dengan catatan harus ada pohon pengganti yang ditanam, sedangkan leuweung baladaheun merupakan hutan yang dapat digunakan untuk aktivitas berladang dan berkebun.
Sumber Referensi Tulisan: “Hutan, Gunung, Alam, dan Filosofi Sunda” oleh Ghifari R dalam Kompasiana.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan