INFO BANDUNG BARAT—Indonesia sebagai negara agraris dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ditambah posisi indonesia yang dinilai strategis. Dilihat dari sisi geografis, Indonesia terletak pada daerah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi. Kondisi ini yang membuat Indonesia memiliki lahan yang subur dan banyak jenis tumbuhan yang dapat tumbuh dengan cepat.

Namun masalah pangan masih menjadi masalah yang menarik perhatian tiap tahunnya. Hal ini terjadi karena wilayah sesubur indonesia dan memiliki wilayah pertanian kurang lebih mencapai 70 juta ha. Untuk kebutuhan bahan pangan indonesia masih sangat bergantung pada pasar impor, pasalnya terdapat enam dari kebutuhan pokok harus dicukupi dari negara lain.

Lebih menakutkan lagi, krisis beras diprediksi akan melanda Indonesia tahun ini. Hal ini disebabkan karena hasil pangan yang merosot tajam. Indonesia diperkirakan akan mengimpor sekitar 5,17 juta ton dari luar negeri.

Dilansir dari Majalah Tempo, jika perkiraan tersebut terealisasi, maka Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah impor terbanyak di dunia. Sejauh ini pemerintah telah menerbitkan izin impor beras sebanyak 3,6 juta ton.

Sebagai perbandingan, tahun 2023 jumlah impor beras masih sekitar 3 juta ton. Janji swasembada pangan pada Pemilu 2014 tidak terealisasi oleh pemerintahan Joko Widodo di akhir masa jabatannya.

Lonjakan harga beras yang terjadi sejak tahun lalu sudah semestinya mendapat perhatian serius pemerintah. Tanpa kebijakan yang tepat dan cepat, kenaikan harga beras bisa merembet ke bahan kebutuhan pokok lain, yang pada akhirnya dapat memicu krisis pangan.

Membubungnya harga beras merupakan cermin kondisi pasar yang sedang tidak baik-baik saja. Volume pasokan tak mampu memenuhi tingginya permintaan beras. Ini bisa terlihat dari pasokan beras di dalam negeri yang terus menurun. Cadangan beras pemerintah di gudang Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Bulog hanya mencapai 1,7 juta ton, jauh dari angka ideal 10 persen kebutuhan nasional yang sebesar 3 juta ton.

Konsekuensinya, konsumen sulit membeli beras sesuai dengan level HET karena terbatasnya pasokan di pasar. Pedagang yang punya stok memilih tak melepasnya ke pasar karena khawatir ditangkap Satuan Tugas Pangan lantaran menjual beras dengan harga lebih tinggi. Sengkarut ini sudah berulang kali terjadi dan menjadi lingkaran setan yang membekap komoditas pangan utama.

Lagi-lagi, pemerintah tidak memiliki solusi yang lebih baik selain impor lebih banyak beras. Apakah pemerintah harus berguru pada kampung-kampung adat yang memiliki cadangan beras melimpah tanpa menunggu kebijakan minim solusi yang mereka buat?