INFO BANDUNG BARATJangjawokan adalah puisi mantra (puisi lisan kelompok puisi mantra) yang termasuk sastra lisan di kebudayaan Sunda. Mantra jangjawokan merupakan suatu tradisi yang terdapat di masyarakat Sunda yang sifatnya turun temurun atau dititiskan. Memiliki nilai sastra yang bagus baik secara pilihan kata, bunyi, dan lain-lain sebagai salah satu karya yang harus dipelihara, karena sastra hadir untuk di baca, dinikmati, serta selanjutnya dimanfaatkan.

Jangjawokan diyakini memiliki kekuatan magis. Kemungkinan kekuatan dari kandungan magis yang dirasakan nyaman menyebabkan jangjawokan ditularkan secara turun temurun.

Jangjawokan tidak mungkin bisa bertahan dan terkabarkan hingga sekarang jika tidak dirasakan manfaatnya dan diyakini kekuatannya. Yang jelas ada harmoni manusia dengan alamnya ketika jangjawokan itu dibacakan.

Jangjawokan dalam masyarakat Sunda

Ilustrasi orang Sunda (foto: Pinterest)
Ilustrasi orang Sunda (foto: Pinterest)

Keberadaan mantra jangjawokan dalam masyarakat Sunda sejajar dengan keberadaan sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Sunda dari dahulu hingga sekarang yang semakin pudar.

Sistem kepercayaan masyarakat sunda terdahulu sangatlah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga mantra jangjawokan sangat berperan dalam semua tatanan kehidupan sehari-hari, baik yang menyangkut kehidupan sehari-hari, baik yang menyangkut urusan duniawi maupun urusan kehidupan abadi nanti.

Masyarakat masa lampau saat itu sangat percaya terhadap kekuatan-kekuatan gaib yang dimana hal tersebut sangat dipercaya dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup mereka.

Dalam kegiatannya sehari-hari masyarakat Sunda saat itu melakukan cara-cara yang telah ditetapkan melalui susunan kata-kata dan kalimat yang telah ditetapkan, yaitu berupa mantra jangjawokan.

Jangjawokan tidak kontra dengan agama

Keberadaan jangjawokan ini sejajar dalam kehidupan masyarakat Sunda lampau sangat berkaitan erat dengan perikehidupan sehari-hari sehingga jangjawokan sangat berperan dalam tata cara kehidupan sehari-hari pada jaman itu mereka sangat percaya dengan kekuatan gaib untuk keseimbangan hidup mereka.

Namun pemahaman gaib tidak selamanya berkonotasi pada makhluk gaib, seperti jin atau makhluk halus, akan tetapi ada juga semacam cara membangkitkan spiritualitas dalam dirinya seperti paradigma tentang raga, batin dan kuring.

Menurut Edi S Ekajati, dalam Kebudayaan Sunda – Agama dan kepercayaan adalah Kekuasaan tertinggi berada pada Sahyang Keresa (Yang Mahakuasa) atau i Ngersakeun (Yang Menghendaki). Dia disebut Batara Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguada Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Jadi dalam yang membedakan masalah Keesaan Tuhan dalam paradigma Sunda Wiwitan dengan yang berikutnya terletak pada syariatnya.

Keberadaan mantra jangjawokan dikenal sejak abad ke-16 Masehi sebelum pra Islam. Namun setelah Islam masuk pergeseran dari mantra terlihat dari dicantumkanya kalimat Tauhid didalam jangjawokan dikembangkan oleh orang Sunda berikutnya bertujuan memintakan legitimasi dan izin dari yang Maha Gaib.

Dan tujuan ini untuk mengurangi tudingan tentang menduakan Allah. Mereka yang Islam masih melakukan tradisi ini namun mereka pun tidak meninggalkan kewajiban dari apa yang di perintahkan oleh-Nya. Jangjawokan itu suatu permohonan. Sebagai contohnya mantra belajar agar di cerahkan pikiran.

Jangjawokan berisi afirmasi positif

Etti RS (2012) Proses penyebaran jangjawokan pada masanya dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang mempelajarinya. Namun pada hakikatnya ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam keberadaan jangjawokan.

Pertama adalah apa yang disebut dengan proses mendapatkan, kedua proses menggunakan, dan yang ketiga proses pewarisan jangjawokan. Ketiga proses ini saling berkaitan, dan nanti terlihat perbedaan antara ngawiridkeun (mendapatkan) dan ngamuridkeun (mewariskan). Mentransfer jangjawokan belum tentu mewariskan jangjawokan. Seseorang yang diwarisi jangjawokan belum tentu secara langsung memperoleh ijin untuk mewariskannya kepada yang lain bila tidak seijin guru.

Jangjawokan dipergunakan pada waktu melakukan perkerjaan, agar pekerjaan yang di lakukan dapat berhasil dan dapat selamat dari marabahaya. Misalnya pada waktu ketika mengambil beras, berpanen, ketika berpergian, ketika tidur, berjalan, pergi, dan sebagainya semuanya bertujuan untuk kebaikan dan keselamatan.

Terdapat jampe jangjawokan yang frekuensinya sering dipakai sehari-hari pada masyarakat Sunda masa lalu. Terdapat mantra asian, mantra pengobatan, dan mantra etika atau tata cara.

Pada mantra yang bersifat asian berfungsi untuk daya tarik bagi orang lain dan atau lawan jenis agar menyenanginya.  Mantra pengobatan berfungsi sebagai pengobatan dari beberapa penyakit baik bersifat fisik maupun psikis. Sementara mantra yang bersifat etika atau tata cara bertujan untuk melakukan suatu pekerjaan agar memperoleh hasil yang baik dan menguntungkan.***