INFO BANDUNG BARAT—Fitnah seksual sering kali menjadi alat untuk mengalihkan perhatian publik dari skandal besar dan dosa besar yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan. Tubuh perempuan sering dijadikan objek dalam narasi fitnah ini. Sejarah mencatat berbagai peristiwa di mana perempuan difitnah secara seksual untuk menutupi kejahatan yang lebih besar.
Seorang pelukis sekaligus aktivis, Dewi Chandraningrum, perempuan sering kali dijadikan alat untuk menyebarkan fitnah dengan cara mudah. Dan itu jahat.
“Tubuh perempuan itu dalam epos sejarah politik kenegaraan itu adalah sumber fitnah paling asik, paling gampang disirkulasi,” katanya.
Misalnya, pada tahun 1965, anggota Gerwani difitnah dengan tuduhan seksual, dan pada tahun 1998, perempuan etnis Tionghoa menjadi korban perkosaan yang berujung pada fitnah seksual.
Selain itu, skandal korupsi besar sering kali ditutup-tutupi dengan fitnah seksual. Dewi menyebut contoh kasus korupsi timah triliunan rupiah yang dikaitkan dengan artis Sandra Dewi. Artis tersebut menjadi korban hujatan nasional akibat fitnah seksual yang disirkulasikan untuk mengalihkan perhatian publik dari pelaku utama korupsi.
“Korupsi timah triliunan yang menjadi fitnah seksual siapa? Sandra Dewi. Yang dihujat nasional, artis ini. Fitnah seksual lagi. Yang mencuri paling banyak nggak kelihatan,” katanya.
Menurut Dewi, pola ini terus berulang dan digunakan sebagai strategi oleh bos patriarki untuk menutupi dosa besar mereka. Fitnah seksual menjadi cara paling mudah dan efektif untuk menutupi skandal dan korupsi besar.
Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan sering kali menjadi korban dari sistem yang patriarkis dan korup, di mana tubuh mereka digunakan sebagai alat untuk menutupi kejahatan yang dilakukan oleh ‘orang besar’.