INFO BANDUNG BARAT—“Di perempatan Cengkareng, saya melihat mayat-mayat perempuan telanjang dengan alat kelamin berdarah. Saya pergi sebentar dan saat saya kembali, mayat-mayat perempuan itu sudah tidak ada. Siapa yang membawa pergi mereka?”
Kalimat di atas adalah keterangan saksi mata yang diwawancarai di Muara Angke pada 14 Mei 1998. Saat itu, kondisi Jakarta kelam. Mahasiswa-mahasiswa demonstran ditembaki, toko-toko milik etnis Tionghoa dijarah dan dirusak, dan si jago merah berkobar di mana-mana.
Bahkan, sebuah Mall Klender yang berisi 400 orang pun dibakar. Meski menelan begitu banyak korban, hingga kini belum ada keadilan terhadap “pria-pria kekar yang menyamar sebagai mahasiswa” alias kelompok yang memulai pembakaran dan berbagai provokasi lainnya.
Pemerkosaan Massal Perempuan-Perempuan
Selain pembakaran hidup-hidup warga dalam Mall Klender, kebiadaban lain selama kerusuhan Mei 1998 yang belum diusut tuntas adalah pemerkosaan massal perempuan-perempuan.
Bahkan, sekarang saja, sudah ada usaha menghapus sejarah oleh mereka yang membantah pemerkosaan ini terjadi.
Saat itu, disebutkan tidak ada laporan korban pemerkosaan yang terjadi. Padahal, menurut para korban, tidak jarang KTP mereka dibawa pergi oleh para pemerkosa yang mengancam sudah tahu identitas mereka sehingga apabila mereka melapor polisi, mereka akan diteror kembali.
Dokumentasi yang ditemukan pun menunjukkan jika pemerkosaan massal ini terjadi tidak spontan, melainkan secara sistematis dan terorganisir.
Cakupan wilayah pun spesifik: bila pengrusakan dan pembakaran gedung terjadi di wilayah Jakarta perkantoran, pemerkosaan beda lagi.
Pemerkosaan secara spesifik terjadi di Jakarta Utara, Barat, dan kawasan-kawasan lain yang punya satu kesamaan: pemukiman orang Tionghoa.
Meski di Jakarta Pusat, Timur, dan Selatan kerusuhan terjadi hampir di mana-mana, contoh lokasi pemerkosaan tidak terdeteksi.
Sedangkan di bagian Jakarta lainnya, banyak.
Di Jakarta Utara, lokasi pemerkosaan yang tercatat: Pluit, Pantai Indah Kapuk, dan Sunter.
Di Jakarta Barat: Angke, Jelambar, Jembatan Dua, Jembatan Tiga, Jembatan Lima, Jembatan Besi, Cengkareng, Glodok, dan Kota.
Selain Jakarta, tercatat pula pemerkosaan perempuan-perempuan Tionghoa terjadi di Tangerang dan Bekasi.
Polanya serupa pengrusakan fasilitas: massa asing tak dikenal (bukan orang sekitar) tiba-tiba datang dan mulai dengan kasar melakukan pengrusakan terlebih dahulu.
Kemudian, penjarahan. Baru perburuan adakah perempuan di toko atau rumah yang dijarah. Apabila ditemui, ia akan diperkosa ramai-ramai…
Selama pemerkosaan berlangsung, dalam sejumlah kasus, pembakaran dilakukan antara pada toko atau barang-barang yang dijarah.
Kisah Korban Pemerkosaan Massal
Berikut tuturan sejumlah kisah korban pemerkosaan massal tahun 1998. W (50) dan putrinya L (26) diperkosa pada 13 Mei 1998 di rumah mereka sendiri usai sekelompok orang tak dikenal menerobos masuk.
Selain diperkosa oleh massa tak dikenal itu, anak laki-laki W diancam untuk ikut memerkosa sang adik. Pembantu laki-laki W juga dipaksa untuk memerkosa sang ibu dan anak. Setelahnya, L dan kakak laki-lakinya tewas dibakar. Melihatnya, W akhirnya membakar dirinya sendiri.
Kemudian, D (17) diperkosa dan dianiaya pada 13 Mei. Ia diperkosa oleh puluhan pemuda yang turun dari dua truk sekaligus dan menjarah rukonya. Selain luka vagina, puting D juga putus karena digigiti para pemerkosa. Untungnya, D masih diberikan tenaga untuk melarikan diri.
L (11) diperkosa di rumahnya pada 14 Mei. Ia ditelanjangi, diperkosa, dan vaginanya dirusak oleh kawat berduri. L meninggal di rumah sakit.
L (9) diperkosa di rumahnya pada 14 Mei. Ia diperkosa dan vaginanya ditusuk pecahan botol kaca. Ia meninggal di rumah sakit Singapura.
N (19) dan L (21) diperkosa pada 14 Mei di ruko keluarga yang diserbu puluhan orang. Kedua orang tuanya dipaksa menonton sementara kedua putri mereka ditelanjangi dan diperkosa oleh 7-10 orang. Mereka juga harus lanjut menonton saat akhirnya N dan L dilempar hidup-hidup ke api.
Korban-korban di atas hanyalah sebagian kecil dari korban pemerkosaan selama Mei 1998. Kalimat-kalimat yang sering dikumandangkan saat pemerkosaan dan masih diingat hingga kini adalah “Cina perusak bangsa” dan “Kamu Cina, jadi kamu harus diperkosa”.
Ingatan Kelam Para Saksi
Sementara itu, warga yang berusaha menolong pun tak jarang dipukuli massa kecuali mereka bisa membawa massa lebih banyak. Ada pula yang dibacok hingga tewas saat menolong. Penutur kalimat pembuka artikel ini ingat betul pemerkosaan yang ia saksikan.
Ia melihat dua perempuan dipaksa turun dari mobil mereka yang dicegat massa. Kemudian, keduanya ditelanjangi dan diperkosa ramai-ramai di tengah jalan pada pukul 11.30 siang. Kedua korban berusaha melawan, namun sia-sia. Usai diperkosa, mereka ditinggalkan begitu saja.
Melihat kiri dan kanan, sang saksi kemudian menghampiri kedua korban yang memeluk dan memeganginya erat, ketakutan serta memohon pertolongan. Sang saksi membawa keduanya melewati jalan pintas yang aman. Namun, apa yang ia saksikan di jalan hampir membuatnya pingsan.
Di perempatan Cengkareng, terbaring mayat-mayat perempuan telanjang bulat. Mereka hanya ditutupi koran. Sang saksi tahu betul mereka sudah diperkosa karena vagina mereka mengeluarkan darah yang banyak dan dikerubungi lalat.
Usai mengevakuasi korban dengan aman, ia kembali ke perempatan Cengkareng dan kaget bukan main saat mayat-mayat perempuan itu sudah tidak ada, hanya menyisakan jejak darah.
Siapa yang membawa mereka? Ke mana? Diapakan?
Tak lama usai kerusuhan, pemerkosaan ini diusut relawan. Namun, sejak dulu saja, mereka sudah dapat teror untuk menghentikan investigasi mereka.
Hingga kini, kompensasi belum tiba bagi mereka yang menjadi korban pemerkosaan massal 1998. Sepertinya, Indonesia masih punya jalan yang panjang menuju keadilan.
Sumber: Tim Relawan untuk Kemanusiaan. 1999. TEMUAN TIM GABUNGAN PENCARI FAKTA PERISTIWA KERUSUHAN MEI 1998. Jakarta: Publikasi Komnas Perempuan.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan