INFO BANDUNG BARATBila bersantap di warung makan khas Sunda, selain sajian lalaban dan sambal pelengkap makan,  yang biasanya tak pernah absen adalah nasi yang disajikan dalam boboko. Rasanya kurang nyunda bila tak ada benda ini menemani makan.

Oleh masyarakat Sunda, selain digunakan sebagai tempat menyimpan nasi, boboko juga lazim digunakan untuk ngisikan (membersihkan beras sebelum ditanak). Di era modern ini, banyak masyarakat yang telah meninggalkan benda ini. Nasi ditanak dan simpan dalam alat penanak nasi elektrik yang umum dikenal dengan rice cooker.

Bagi masyarakat Sunda terdahulu, boboko bukan hanya sekedar tempat nasi biasa, namun memiliki makna tersendiri.

Bentuk Boboko yang Memiliki Makna Mendalam

Jamaludin dari Institut Teknologi Nasional Bandung dalam penelitiannya “Boboko Sebagai Simbol Kesempurnaan: Memahami Makna Bentuk Dasar dalam Budaya Sunda” menuliskan bahwa benda ini menyimbolkan tiga bentuk yang mengandung peribahasa dan memiliki makna kesempurnaan bagi masyarakat Sunda.

Senada dengan pendapat Jacob Sumardjo dalam buku Estetika Paradoks (2014: 67), boboko memiliki struktur khas pola kosmologi Sunda. Guru besar di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini menggolongkan kebudayaan Sunda ke dalam kebudayaan berpola 3. Sederhananya, alam pikir Sunda menganut serba tiga: dua yang  berlawanan dengan satu “ruang perjumpaan” keduanya.

Bedah bentuk boboko (foto: Jacob Soemardjo)

Boboko memiliki tiga bagian, yakni, bagian bawah (bujur sangkar), tengah (segi delapan), dan atas (lingkaran). Benda ini berstruktur vertikal (bawah-atas). Dalam kebudayaan Sunda, struktur jenis ini biasanya bersifat kosmologis (transendental).

Bagian bawah yang berbentuk bujur sangkar memiliki kualitas maskulin. Ia kokoh, menutup, dan punya garis batas yang jelas. Bagian ini langsung berhubungan dengan bumi yang dalam kosmologi masyarakat huma atau ladang seperti masyarakat Sunda dipersonifikasikan sebagai lelaki.

Sedangkan bagian atas berbentuk lingkaran. Ia bersifat terbuka dan tanpa batas. Arahnya mendongak ke langit yang berkualitas feminin (perempuan).

Bagian tengah adalah “ruang perjumpaan” keduanya. Bentuknya segi delapan sebab transformasi dari bujur sangkar ke lingkaran. Di bagian tengah ini nasi, yang berasal dari beras, disimpan.

Kaitan Boboko dengan Mitologi Nyai Pohaci

Sebagaimana dalam banyak kebudayaan ladang atau sawah, dalam mitologi Sunda dikenal pula sosok dewi padi. Ia biasa disebut Nyi Pohaci atau Sang Hyang Sri Pohaci. Dikisahkan dewi ini berasal dari langit. Demi kebaikan umat manusia, ia rela turun ke bumi dan malih rupa menjadi padi.

Nyi Pohaci dari langit (perempuan) turun ke bumi (laki-laki). Oleh manusia Sunda ia “disimpan” dalam boboko yang beralas bujung sangkar (menapak ke bumi; laki-laki) dan berbingkai lingkaran (mendongak ke langit; perempuan).

Nasi adalah “material duniawi”. Ia dapat diindera. Namun, ia berasal dari langit (Nyi Pohaci). Karena mengandung kualitas paradoks maka tempat penyimpanannya pun harus paradoks.

Paradoks dalam Boboko

Boboko diciptakan sedemikian rupa agar sesuai antara isi (nasi/beras/padi) dan wadahnya. Selain paradoks  bujur sangkar dan lingkaran, anyaman yang padat namun bercelah (berlubang) juga merupakan paradoks dalam boboko.

Laki-laki, maskulin, “padat”, dan bumi biasanya dimaknai sebagai yang imanen, profan, duniawi. Sedangkan “paradoksnya”, perempuan, feminin, “lubang”, dan langit biasanya dimaknai sebagai yang transenden, sakral, surgawi/akhirat.

Perjumpaan keduanya dalam boboko mengisyaratkan bahwa masyarakat Sunda senantiasa berpikir holistik. Tidak memilah tegas antara urusan duniawi dan surgawi/akhirat.

Dari benda ini, dapat pula ditarik pelajaran bahwa segala sesuatu harus sesuai antara isi dan cangkang (wadah). Melalui boboko leluhur sunda mengajarkan agar hidup kudu harmonis, moderat dan sineger tengah.

Leluhur Nusantara telah sedemikian canggih berfilsafat. Tak hanya memproduksi pengetahuan yang tertulis dalam naskah-naskah kuno, mereka juga membenamkan nilai-nilai dan falsafah kehidupan dalam pelbagai aspek kehidupan. Boboko hanya satu dari sekian  banyak perwujudan luhurnya budaya Nusantara.