INFO BANDUNG BARAT—Netflix kembali menghadirkan film thriller-kriminal investigasi berjudul “Kabut Berduri” karya Sutradara Edwin dan telah tayang secara eksklusif di layanan video streaming tersebut sejak 1 Agustus 2024.

Dilansir dari Antaranews saat penayangan perdananya di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu, “Kabut Berduri” mengisahkan seorang detektif perempuan asal Jakarta bernama Sanja (Putri Marino) yang harus menyelidiki kasus pembunuhan berantai misterius di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.

Bukan sekadar pembunuhan berantai biasa, Sanja harus dihadapkan dengan korban-korban pembunuhan dalam kondisi mengenaskan. Bersama rekan satu timnya, Panca (Lukman Sardi) dan Thomas (Yoga Pratama), mereka bekerja sama untuk mengungkap misteri dari kasus tersebut.

Putri Marino, Lukman Sardi, dan Yoga Pratama dalam film Kabut Berduri (foto: Netflix)

Seiring berjalannya waktu, Sanja mengalami berbagai peristiwa menegangkan dan membuatnya harus berhadapan dengan trauma di masa lalu. Bahkan, kasus pembunuhan berantai yang ditanganinya merupakan “pintu masuk” menuju hal yang lebih besar dan sulit dibayangkan sebelumnya.

Sejuta cerita dari pedalaman hutan Kalimantan

Berbeda dari film-film sebelumnya, Sutradara Edwin mencoba untuk “meramu” kisah dari orang-orang yang tinggal di perbatasan Indonesia yang belum banyak diangkat oleh sineas lokal.

Film ini menghadirkan perspektif Sanja yang hampir seumur hidupnya tinggal di kota besar di Pulau Jawa. Sanja kemudian belajar banyak hal tentang Indonesia melalui lensa perbatasan dari pengalamannya selama menangani kasus pembunuhan berantai di sana.

Penonton akan dibuat merinding dengan berbagai adegan yang memperlihatkan kondisi jenazah yang mengenaskan yang terlihat sangat realistis. Oleh karena itu, penonton dengan kondisi kesehatan tertentu sebaiknya berpikir kembali sebelum menonton “Kabut Berduri” karena banyaknya adegan yang berpotensi memicu rasa mual ini.

Namun film ini menjadi sangat menarik karena Edwin juga memperlihatkan budaya suku-suku di pedalaman Kalimantan melalui “Kabut Berduri”. Mulai dari bahasa setempat yang mungkin jarang diperlihatkan melalui layar sinema, asrinya pemandangan hutan Kalimantan, hingga budaya tato masyarakat Dayak yang masih dipertahankan sejak dulu.

Edwin juga tidak ragu untuk memasukkan unsur mistisme masyarakat setempat melalui karakter Ambong, yakni hantu komunis yang memimpin organisasi PARAKU. Dalam film tersebut, Ambong diceritakan sebagai perwujudan hantu komunis yang selalu menjaga warga sekitar dan akan mencelakai orang-orang yang memiliki niat jahat.

Di masa lalu, benar adanya organisasi komunis bernama PARAKU dan beroperasi secara gerilya di pedalaman hutan Kalimantan. Sejak tahun 1967 hingga 1990, tentara Indonesia dan Malaysia bekerja sama dengan komunitas lokal dalam operasi penumpasan pemberontakan komunis PARAKU.

Namun, perwujudan Ambong sendiri masih menjadi perdebatan. Apakah memang benar ada hantu komunis di wilayah pedalaman Kalimantan? Atau sebenarnya tidak ada?

Setidaknya, Edwin berusaha untuk memperkaya isi cerita “Kabut Berduri” tanpa mengesampingkan kepercayaan masyarakat setempat melalui perwujudan Ambong tersebut.

Menyorot birokrasi yang sulit dan berliku

Saat menonton “Kabut Berduri”, penonton akan dibuat gemas dengan rumitnya birokrasi pemerintahan Indonesia. Ditambah lagi, birokrasi di wilayah perbatasan di pelosok Indonesia dan jauh dari radar kantor pusat di Pulau Jawa. Hal ini membuat kasus pembunuhan berantai Sanja sempat terhalang.

Oleh karena itu, membuat Sanja harus memutar otak agar kasus itu cepat tertangani dan tidak menimbulkan lebih banyak lagi korban.***