INFO BANDUNG BARAT—Kakawihan kaulinan barudak Sunda zaman dahulu seolah menjadi jingle karena hampir terdengar setiap hari. Leluhur kita menciptakan kakawihan tersebut agar kita melantunkannya berulang-ulang.
Hal tersebut bukan tanpa tujuan, kakawihan-kakawihan itu juga bukan tanpa makna. Leluhur kita terlalu cerdas untuk menggubah sesuatu tanpa makna di dalamnya. Salah satunya kakawihan kaulinan “Paciwit-Ciwit Lutung”.
Paciwit-Ciwit Lutung mengajarkan kerendahan hati
”Paciwit-ciwit lutung, si lutung pindah ka tungtung”, itulah lirik kakawihan yang diulang-ulang dalam permainan ini. Menurut Bah Irdas seorang budayawan Sunda, Paciwit-Ciwit Lutung mengajarkan konsep bahwa untuk mencapai puncak itu tidak mudah.
Paciwit-Ciwit Lutung menggambarkan sebuah proses. Jika kita ingin berada di atas atau di puncak, kita harus bergandeng tangan, saling mengangkat derajat, sehingga yang di bawah bisa terangkat ke atas.
Sementara posisi tangan yang seperti mencubit, menggambarkan filosofi mengangkat atau menarik teman kita agar bisa berada di atas. Sehingga teman yang tadinya di bawah akan pindah ke atas. Lalu begitu seterusnya, ketika kita sedang berada di atas, akan mengangkat teman yang sedang di bawah. Sederhanya, Paciwit-Ciwit Lutung menstimulasi anak-anak untuk saling mengangkat derajat.
Konsep ini juga mengajarkan ketika kita dalam masa jaya, maka tidak boleh lupa pada orang-orang yang berada di bawah kita. Artinya, ketika kita di atas, kita tidak boleh sombong.
Tidak ada persaingan dalam permainan Paciwit-Ciwit Lutung
Bermain dan bernyayi akan selalu jadi permainan yang menyenangkan. Disisi lain, tidak adanya menang atau kalah dalam permainan Paciwit-Ciwit Lutung. Hal ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap kehidupan tidaklah harus selalu diisi dengan sebuah kompetisi atau persaingan.
Selain itu pula, pada permainan Paciwit-Ciwit Lutung mengajarkan kepada semua pemain tentang saling merasakan penderitaan orang lain, empati, berperilaku baik, dan memahami bahwa apapun yang akan kita perbuat atau lakukan akan selalu kembali pada diri kita sendiri.
Penggunaan Bahasa Sunda dalam kakawihan
Begitu pula juga dengan penggunaan bahasa Sunda dalam kakawihan, tentu memiliki pembelajaran di dalamnya. Bahasa Sunda adalah bahasa ibu bagi anak-anak Sunda. Bahasa ibu adalah dasar, di mana tatakrama, sopan santun, ucap, tekad, dan perbuatan akan lebih mudah diajarkan jika menggunakan bahasa ibu.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan