INFO BANDUNG BARAT—Mantan Wakil Menter Agama Zainut Tauhid Sa’adi menyatakan semua agama jelas melarang praktik suap. Orang yang beragama semestinya mampu mencegah praktik suap dari diri sendiri, baik menerima maupun memberi karena bertentangan dengan ajaran agama.
Praktik Suap dalam Agama
1. Buddha
Dalam agama Buddha, dikenal sebuah ajaran yang dinamakan berdana atau dana paramitha, yaitu pemberian tanpa pamrih dengan harapan melepas keterikatan demi kebahagian semua makhluk.
Pemberian ini merupakan wujud kedermawanan atau kemurahan hati yang didasari sifat luhur untuk beramal atau berkorban demi kepentingan umum.
Seorang pemberi suap mengharapkan sesuatu dari penerima untuk kepentingan pribadinya dalam bentuk imbalan. Maka, praktik semacam ini justru akan menambah nafsu (lobbha) atau keserakahan.
2. Hindu
Agama Hindu mengajarkan agar manusia mengamalkan asih, puniya, dan bhakti di dalam semesta ciptaan-Nya. Konsep dasar ini menjadi petunjuk bagi pemeluknya dalam menjalani empat jenjang kehidupan (Catur Asrama) dengan baik untuk mencapai moksa, atau lepas dari ikatan duniawi.
Manusia tentu membutuhkan materi (arta) dan mempunyai keinginan (kama) untuk menopang kehidupannya. Untuk memenuhi kedua aspek tersebut, segala perbuatan harus berdasarkan pada darma atau ajaran tentang kebenaran, pandangan dan tuntunan hidup.
Memperoleh arta dan kama dari perbuatan yang menyimpang dari darma maka tidak ada manfaatnya bagi kehidupan, hanya akan membawa pelakunya pada penderitaan.
3. Kristen dan Katolik
Ada konsep persembahan sebagai pemberian yang berkenan kepada Tuhan, yakni pemberian yang dilakukan dengan sukarela, hal itu tentu berbeda dengan suap. Suap merupakan pemberian yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas atau kewajibannya.
Dan dalam Perjanjian Lama dituliskan “Suap orang janganlah kau terima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar (Keluaran 23:8).
4. Islam
Dalam fikih agama Islam, terminologi hadiah diartikan sebagai pemberian barang/benda dari seseorang semasa hidupnya kepada orang lain, dari harta yang dimilikinya secara fisik (bukan dimiliki manfaatnya saja). Hadiah dimaksudkan sebagai penghormatan atau bertujuan memuliakan si penerima, diberikan tanpa syarat dan harapan akan suatu imbalan.
Bagaimana dengan suap atau pemberian yang melanggar ketentuan PMA Nomor 34 Tahun 2019? Tentu tidak memenuhi syarat itu. Bahkan secara spesifik, Islam menamai praktik ini ke dalam pengertian ghulul atau korupsi.
Menurutnya hadiah bisa menjadi haram jika bertujuan melanggar hukum syariat, memengaruhi keputusan publik, dan sebagainya.
Dalam Hadis Riwayat Abu Daud, Al-Hakim, dan Ibnu Huzaimah, dinyatakan bahwa apa yang diambil oleh seseorang yang diangkat sebagai pegawai dari selain gaji adalah ghulul.
Mengutip An Nawawi dalam Syarah Muslim, maka menerima suap adalah haram dan termasuk dosa besar, meskipun nominalnya terbilang kecil.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan