INFO BANDUNG BARAT—Setelah menunggu beberapa lama akhirnya Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (PP) Nomor 28 2024 yang merupakan turunan dari UU Kesehatan nomor 17 Tahun 2023. Payung hukum ini baru saja disahkan dalam rapat paripurna DPR RI.

Dalam regulasi ini membahas beberapa aturan baru serta beberapa aturan perubahan yang berlaku. Adapun aturan ini langsung secara resmi diterapkan dan berlaku sejak (26/7/2024) kemarin.

Berdasarkan analisa Tim Info Bandung Barat, pada PP Nomor 28 2024 yang baru saja diteken oleh Presiden Jokowi ini ada lima poin menarik sekaligus dilematik yang tercantum dalam UU Kesehatan tersebut.

Berikut informasi lengkapnya:

1. Legalisasi Aborsi

Ilustrasi aborsi (foto: Freepik)

Dalam pasal 120 tertuang pemerintah mengizinkan praktik aborsi alias menggugurkan janin dengan berbagai persyaratan tertentu. Beberapa syarat seseorang boleh melakukan tindak aborsi di antaranya mereka yang menjadi korban pemerkosaan, korban kekerasan seksual, kehamilan beresiko tinggi dengan indikasi kedaruratan medis. Namun Tindakan aborsi ini harus dilakukan oleh petugas medis alias dokter.

2. Larangan Penjualan Rokok Eceran

Ilustrasi rokok eceran (foto: Freepik)

Akibat peningkatan kasus penyakit paru-paru termasuk kanker serta meningkatnya perokok usia dini alias anak-anak, dalam UU Kesehatan juga mengatur pelarangan penjualan rokok secara eceran.

Tembakau sebagai zat adiktif sudah mulai biasa dikonsumsi oleh anak-anak.

Tidak hanya itu, kemasan rokok yang semula marak dijual kurang dari 20 buah dengan harga relatif murah dan mudah dijangkau kelompok anak, juga ikut dilarang.

 3. Pembatasan Penjualan Minuman Manis dan Fast Food

Ilustrasi fast food (foto: Freepik)

Belakangan ini kasus meningkat kasus anak terkena gagal ginjal dan menderita penyakit diabetes. Hal ini terjadi disinyalir karena maraknya peredaran aneka minuman manis yang diedarkan secara bebas serta penjualan fast food yang tidak terkendali. Tak hanya dua penyakit ini namun obesitas dengan berbagai penyakit turunannya seperti hipertensi juga rentan menyerang anak anak serta remaja.

Untuk mengantisipasi makin banyaknya kasus gagal ginjal dini dan penyakit tak menular lain maka diberlakukan pembatasan penjualan peredaran minuman manis dan makanan siap saji alias fast food.

Selain itu restoran maupun usaha jasaboga lain sebagai penyedia makanan siap saji dilarang mengiklankan produknya bila batas gula, garam, dan lemak (GGL) ditemukan jauh dari yang ditetapkan.

Apabila industri makanan siap saji masih melanggar ketentuan, sanksi berat yang diberikan tidak main-main, yakni pencabutan izin produksi.

Pemerintah juga kini bisa menetapkan cukai pada pangan olahan tertentu, sesuai bunyi pasal 195.

4. Back To ASI, Agen Sufor Dilarang Beri Diskon

Ilustrasi susu formula (foto: Freepik)

Pemerintah Kembali menerapkan dan menggelorakan semangat menyusui dengan memberikan ASI pada bayi. Hal ini dilakukan sebagai upaya membentuk anti body dan daya tahan tubuh bayi lebih kuat dibanding bayi yang mengkonsumsi susu formula atau sufor.

Untuk mendukung hal ini maka dilakukan pembatasan promosi bagi produsen dan agen sufor. Selain promosi juga diatur mengenai pelarangan pemberian diskon pada produk sufor untuk mempertegas bahwa ASI adalah makanan terbaik bagi bayi.

5. Penghapusan Sunat Perempuan

Ilustrasi sunat perempuan (foto: BCC)

Di beberapa daerah tertentu masih diberlakukan sunat perempuan.

Secara medis ternyata tidak ada urgensinya pelaksanaan sunat perempuan tersebut. Adapun sunat perempuan malah rentan menyebabkan kerusakan alat reproduksi pada bayi dan balita serta anak.

Hal ini karena sunat perempuan rentan menyebabkan peradangan, pendarahan bahkan infeksi pada klitoris.

Kelamin perempuan tidak tertutupi preputium atau sudah terbuka sejak lahir, sehingga nihil hambatan saluran kemih dan membersihkannya bisa dengan mudah. Berbeda dengan anatomi kelamin laki-laki yang secara medis sunat memang ditujukan untuk menghilangkan preputium demi menghambat saluran berkemih, yang berpotensi berakhir infeksi saluran kemih (ISK).***